Mentari Pagi telah memberi salam kembali. Aqu terbangun dgn bersemangat. Udara terasa begitu segar mungkin karena Jakarta diguyur hujan deras semalaman. Kukenakan kaos oblong tanpa lengan dan celana pendek ketat yg memperlihatkan lekuk-lekuk bokongku yg begitu menggiurkan. Aqu berjalan ke halaman depan.
“Aha.. Koran baru telah datang”, kataqu dalem hati melihat surat kabar pagi terbitan hari ini tergeletak di dekat pintu pagar. Kuambil surat kabar itu. Langsung aqu duduk di kursi di teras sembari membacanya.
Sebagai mahasiswa faqultas ekonomi aqu sangat menyukai berita-berita tentang perekonomian Indonesia termasuk krisis ekonomi berkepanjangan yg tengah melanda Indonesia. Kubolak-balik halaman-halaman surat kabar. Mataqu tertumbuk pada sebuah iklan satu kolom yg cukup mencolok.
“Dicari, perempuan berumur 17 sampai 25 tahun. Wajah dan penampilan menarik. Berbadan ramping. Tinggi minimal 165 cm dgn berat yg sesuai. Dapat bergaya. Berminat untuk menjadi foto model. Peminat diharapkan datang sendiri ke **** (sensor) Agency, Jl. Cempaka Putih **** (sensor), Jakarta Pusat.”
“Aqu bisa diterima apa tak ya?” Aqu bertanya dalem hati. Memang sih, kupikir-pikir aqu memenuhi syarat-syarat yg diminta. Umurqu baru menginjak 20 tahun. Badanku ramping dgn tinggi 170 cm, seimbang dgn ukuran dadaqu yg di atas rata-rata perempuan seumurqu. Wajahku cantik. Kawan-kawanku bilang aqu perpaduan antara Desy Ratnasari dan Maudy Kusnadi. Tapi menurutku sih mereka terlalu memujiku berlebih-lebihan.
Ah, coba-coba saja aqu melamar. Siapa tahu aqu diterima jadi foto model. Kan lumayan buat menambah penghasilan. Aqu masuk ke dalem rumah, ke kamarku.
“Pakai baju apa ya enaknya?” batinku. Ah ini saja. Kukenakan blouse biru muda dan celana panjang jeans belel yg cukup ketat yg baru saja beberapa hari yg silam kubeli di Cihampelas, Bandung.
Mobil Feroza yg kukendarai memasuki jalan yg disebut dalem iklan. Ah, mana ya nomor **** (sensor)? Nah ini dia. Rumahnya sih cukup mentereng. Di halamannya terpampang papan nama “**** (sensor) Agency Photo Studio & Modelling. Menerima anggota baru.” Wah benar ini tempatnya. Kuparkir mobilku di pinggir jalan. Di sana telah banyak bertengger mobil-mobil lain. Aqu masuk ke dalem. Astaga! Di dalem telah banyak perempuan-perempuan cantik.
Pasti mereka juga adalah pelamar sepertiku. Sejenak mereka memandangku sewaktu aqu masuk. Mungkin mereka kagum melihat kecantikan wajahku dan kemolekan badanku. Kucari tempat duduk yg kosong setelah sebelumnya mendaftarkan diriku di meja pendaftaran.
Gila, hampir semua tempat duduk terisi. Nah, itu dia ada satu yg kosong di sebelah seorang perempuan yg cantik sekali, keturunan Indo. Wajahnya mirip Cindy Crawford. Kelihatannya ia sebaya dgnku. Tapi astaga, ia memakai baju yg berdada rendah alias “you can see,” dan rok jeans mini yg cukup ketat, sehingga menampakkan pangkal buah dadanya yg berukuran cukup besar. Ia nampak memandangku dan tersenyum. Melihatnya aqu menjadi minder.
Wah, sainganku ini top sekali. Apakah mungkin aqu terpilih menjadi foto model di sini? Satu persatu para pelamar dipanggil ke ruang pengetesan, sampai si Indo di sampingku tadi dipanggil juga. Semua pelamar yg telah dites keluar lewat pintu lain. Akhirnya namaqu dipanggil juga.
“Sherli K**** (sensor) dipersilakan masuk ke dalem.”
Aqu pun masuk ke dalem dan disambut oleh seorang lelaki berbadan agak gemuk.
“Kenalkan aqu Rundolf, direktur sekaligus pemilik agensi ini. Siapa nama kamu tadi? Oh ya, Sherli, nama yg bagus, sebagus orangnya. Sekarang giliran kamu dites. Coba kamu berdiri di sana.”
Aqu pun menurut saja dan menuju tempat yg ditunjuk oleh Rundolf, di bawah lampu sorot yg cukup terang dan di depan sebuah kamera foto.
“Coba kamu lihat-lihat contoh-contoh foto ini. Pilih lima gaya di antaranya. Aqu akan mengetes apakah kamu bisa bergaya. Jangan malu-malu, don’t be shy!” kata Rundolf sembari memberiku sebuah album foto. Aqu melihat foto-foto di dalemnya.
Ah ini sih seperti gaya foto model di majalah-majalah! Mudah amat! Lalu aqu memilih lima gaya yg menurutku bagus. Setelah itu, jepret sana, jepret sini, lima gaya telah aqu berpose dan dipotret. Tapi Rundolf belum mempersilakan aqu keluar ruangan. Dia kelihatannya seperti berpikir sejenak.
“Nah, sekarang, Sher. Coba kamu buka kancing-kancing bagian atas blouse kamu. Tak usah malu. Biasa-biasa aja lah!”
Kupikir tak apa-apa lah kali ini. Kubuka beberapa kancing atas blouseku sehingga terlihat BH yg kupakai. Mata Rundolf sekilas berubah saat melihat pangkal buah dadaqu yg montok. Lalu aqu dipotret lagi dgn pose-pose yg sensual.
“Nah, begitu kan yahud. Sekarang coba buka baju kamu semuanya.”
Wah! Ini sih mulai kelewatan!
“Ayolah, jangan malu-malu!”
Sebenarnya dalem hati aqu menolak. Akan tetapi biarlah, karena aqu sejak kecil selalu mengidam-idamkan ingin menjadi foto model.
Dgn perlahan-lahan kutanggalkan blouse dan celana panjangku. Mata Rundolf tanpa berkedip memandangi badan mulusku yg cuma ditutupi oleh BH dan celana dalem. Aqu sedikit menggigil kedinginan cuma berpakaian dalem di ruangan yg ber-AC ini. Tetapi Rundolf tak mengindahkannya.
Ia malah menyuruhku menanggalkan busana yg masih tersisa di badanku. Ah, gila ini! Tapi cueklah, cuma berdua ini! Lalu dgn membelakangi Rundolf, kulepas BH-ku. Kusilangkan tanganku di dada menutupi buah dadaqu.
“Sher.., masak kamu balik badan begitu. Bagaimana aqu bisa mengetesmu.”
Aqu membalikkan badan menghadap Rundolf. Rundolf menyuruhku menurunkan tangan yg menutupi buah dadaqu. Rundolf terpana menyaksikan buah dadaqu yg montok dan berisi dgn puting buah dadanya yg tinggi menantang berwarna kecoklatan segar, tanpa tertutup oleh selembar benang pun. Aqu menjadi risih pada pandangan matanya.
Rundolf menyuruhku melepas celana dalemku. Ia semakin melotot melihat bagian kemaluanku yg ditumbuhi oleh rambut-rambut halus yg masih tipis. Sekilas kulihat kemaluan di balik celana panjangnya menegang.
“Nah, sekarang kamu diam di situ. Akan kuukur badanmu, apakah memenuhi syarat”, kata Rundolf sembari mengambil meteran untuk menjahit. Pertama kali dia mengukur ukuran vital dadaqu. Ia melingkarkan meterannya melalui buah dadaqu. Dgn sengaja tangan Rundolf menyentil puting buah dadaku sebelah kanan sehingga membuatku meringis kesakitan. Tapi aqu diam merengut saja.
“Kamu beruntung memiliki buah dada yg indah seperti ini”, kata Rundolf sembari mencolek belahan buah dadaqu.
“Nah, telah selesai sekarang.” Aqu merasa lega. Akhirnya selesailah pelecehan seksual yg terpaksa kuterima ini.
“Jadi aku telah boleh keluar?” tanyaqu.
“Eit! Siapa bilang kamu telah boleh keluar?! Nanti dulu, manis!”
Wah, kacau! Apa gerangan yg ia inginkan lagi?
“Shana!” Rundolf memanggil seseorang.
Seorang perempuan cantik keluar dari ruangan lain, telanjang bulat. Ya ampun, ternyata ia adalah perempuan Indo yg tadi duduk di sampingku di ruang tunggu. Buah dadanya yg montok bergantung indah di dadanya, seimbang dgn pinggulnya yg montok pula. Aqu bertanya-tanya apa arti dari semua ini.
“Nah, sekarang coba kamu lihat, Sherli. Shana ini adalah satu-satunya pelamar yg berhasil terpilih. Mengapa? Sebab ia cocok dgn profil foto model yg aku inginkan untuk proyek kalender bugil yg akan aku edarkan di luar negeri. Kalo kamu ingin berhasil seperti Shana, kamu harus berani seperti dia, Han”, kata Rundolf sembari menunjuk ke arah perempuan cantik yg bugil itu. Astaga! Batinku. Aqu harus dipotret bugil. Bagaimana pandangan orang-orang terhadapku nanti apabila foto-foto telanjangku sampai dilihat orang-orang banyak?! Tapi kan cuma diedarkan di luar negeri?!
“Baiklah, tapi kali ini aja ya”, aqu menyggupinya. Akhirnya aqu dipotret dalem beberapa pose. Pose yg pertama, aqu disuruh berbaring tertelentang dgn pose memanjang di atas ranjang, dgn membuka pahaqu lebar-lebar, sehingga menampakkan kemaluanku dgn jelas. Pose kedua, aqu duduk mengangkang di tepi ranjang sementara Shana menjilati lubang kemaluanku. Pose ketiga, aqu dalem keadaan berdiri, sedangkan Shana dgn lidahnya yg mahir mempermainkan puting buah dadaku.
Pose keempat, aqu masih berdiri, sementara Shana berdiri di belakangku dan berbuat seolah-oleh kami berdua sedang bersenggama. Shana berperan sebagai seorang lelaki yg sedang menghujamkan gagang kemaluannya ke dalem lubang keperempuananku, sedangkan tangannya meremas-remas kedua belah buah dadaqu yg indah. Dan aqu diminta memejamkan mataqu, seakan-akan aqu sedang terbuai oleh kenikmatan yg tiada taranya. Semua itu adalah pose-pose yg membangkitkan nafsu birahi bagi kaum lelaki tetapi amat memuakkan bagi diriku.
Tiba-tiba kurasakan kedua belah buah dadaqu diremas-remas dgn lebih keras, bahkan lebih kasar. Aqu meronta-ronta kesakitan. Aqu menoleh ke belakang. Astaga! Ternyata yg di belakangku telah bukan Shana lagi, melainkan Rundolf yg sekarang tengah mempermainkan buah dadaqu dgn seenaknya! Entah Shana telah ke mana perginya.
“Jangan, Pak! Jangan!” Aqu memberontak-berontak sebisa-bisanya. Tapi semua itu tak ada hasilnya. Tangan Rundolf lebih kuat mendekapku kencang-kencang sampai aqu hampir tak bisa bernafas.
“Kamu memang benar-benar cantik, Sherli”, kata Rundolf sembari mencium tengkukku sementara tangannya masih terus merambah kedua bukit yg membusung di dadaqu.
Tiba-tiba dgn kasar, Rundolf mendorongku, sehingga aqu jatuh tertelentang di sofa. Melihat badan mulusku yg telah tergeletak pasrah di depannya, nafas Rundolf memburu bagai dikejar setan. Matanya melotot seperti mau meloncat keluar melihat keindahan badan di depannya. Kututup buah dadaqu dgn tanganku, tapi Rundolf menepiskannya. Betapa belahan buah dadaqu sangat lembut dan merangsang sewaktu mulut Rundolf mulai menjamahnya.
Buah dadaqu yg putih bersih itu memang menggiurkan. Mulut Rundolf dgn buas menjilat dan melumat bagian puncak buah dadaqu, lalu mengisap puting buah dadaku bergantian, sehingga aqu menggelinjang kegelian. Nafasku ikut memburu kala tangan Rundolf mulai merayap ke selangkanganku, meraba-raba pahaqu dari pangkal sampai lutut. Lalu betisku yg mulus itu.
Aqu hampir-hampir tak bisa bernafas lagi sewaktu mulut Rundolf terus mengisap dan menyedot puting buah dadaku. Aqu meronta-ronta. Tapi Rundolf terus mendesak dan melumat puting buah dadaku yg runcing kemerahan itu. Seumur hidupku, belum pernah aqu diperlaqukan sedemikian lupa oleh lelaki manapun, dan kini aqu harus menyerahkan diriku pada Rundolf.
Rundolf mencoba mendorong gagang kemaluannya masuk ke dalem lubang senggamaqu yg sempit. Ia telah tak kuat lagi membendung nafsunya yg memuncak sewaktu gagang kemaluannya bergesekan dgn lubang keperempuananku yg merah terbuka.
Gagang kemaluan Rundolf akhirnya menghujam seluruhnya ke dalem lubang kenikmatanku. Aqu menjerit sewaktu lubang keperempuananku diterobos oleh gagang kemaluan Rundolf yg tegang dan panjang. Betapa perih sewaktu “kepala meriam” itu terus masuk ke dalem lubang keperempuananku, yg belum pernah sekalipun merasakan jamahan laki-laki.
Aqu mencoba memberontak sekuat tenaga lagi. Tapi apa daya, Rundolf lebih kuat. Lagipula aqu telah lemas, tenagaqu telah hampir habis. Terpaksa aqu cuma dapat menerima dgn pasrah digagahi oleh Rundolf. Dan akhirnya, aqu merasa tak kuat lagi. Setelah itu aqu tak ingat apa-apa lagi. Aqu tak sadarkan diri.
Saat aqu siuman, aqu menyadari diriku masih tergeletak telanjang bulat di sofa dgn cairan-cairan kenikmatan yg ditembakkan dari gagang kemaluan Rundolf berhamburan di sekujur perut dan dadaqu. Sementara kulihat ruangan itu telah kosong. Segera kukenakan pakaianku kembali dan bergegas ke luar ruangan. Kukebut Feroza-ku pulang ke rumah dan bersumpah tak akan pernah kembali lagi ke tempat terkutuk itu!
Leave a Reply