Dalam kehidupanku banyak dihiasi oleh banyak perempuan, namun kali ini aku mendapatkan sosok wanita yang beda dari yang selama ini pernah aku rasakan. Wanita yang kali ini bisa dibilang tante-tante karena umurnya yang sudah gak muda lagi sekitar 35 tahunan. Namun dibalik umurnya yang sudah gak muda lagi tersimpan tubuh yang sangat aduhai sekali, gak kalah dengan gadis remaja saat ini. Bodinya langsing, pantatnya besar, buah dadanya lumayan besar dan wajahnya yang halus, menjadi sensasi Sex ku kali ini.
Sebut saja namnya tante Diva. Wanita 35 tahun yang bekerja sebagai staf disebuah kantor provinsi. Karena kebiasaanku datang ke kantor itu untuk meminjam buku untuk tugasku aku mengenal tante Diva. Sejak pertma aku melihatnya aku langsung terpana dengan kecantikan dan kemolekan tubuh tante Diva ini. Hingga akhirnya aku bisa mengenalnya dan semakin hari semakin dekat tantu Diva. Kita lebih akrab dan kadang jika tante Diva sedang istirahat kantor, dia mengajakku untuk makan siang di resto belakang kantornya.
Aku yang sudah naksir dengannya pun tak menolak dengan ajakan tante Diva itu. Disela makan siang tante Diva juga sempat memberitahukan kepadaku tentang anak perempuannya yang juga sydah dewasa. Dan tante Diva juga melihatkan fotonya kepadaku, sungguh anaknya juga gak kalah cantik dengan ibunya. Namun dari segi keseksian ibunya lebih seksi dari anaknya. Dan aku sendiri merasakan hal yang berbeda karena aku lebih suka pada tante Diva ketimbang anaknya yang masih muda, padahal umurku juga masih sangat muda. Waktu itu umurku baru 23 tahun.
Hingga akhirnya suatu sore saat aku sedang mau meminjam buku, aku dipanggil tante Diva.
“Kamu mala mini ada acra gak dik??” tanya tante Diva.
“Eeemmm..gak ada sih tante, emang kebapa tante?” jawabku.
“Kamu mau gak temenin tante nonton konser” ajak tante Diva.
“boleh-boleh aja siih tante, Konser dimana tante” jawabku.
“di café …..” tante Diva menyebutkan sebuah nama café.
“Oke deeeh tante” jawabku.
“Tunggu sebentar ya, tante mau ganti baju dulu” ucap tante Diva.
“Iyha tante” jawabku singkat.
Tak berapa lama kutunggu, Ibu Diva sudah menemuiku dengan berganti pakaian dinasnya menjadi blus ketat dengan jins, wah.., oke juga nih ibu-ibu, nggak mau kalah dengan yang muda dalam soal dugem.
“Ayo!” Ajaknya
Aku pun mengikutinya menuju Mobilnya dan berlalu dari kantor instansi tersebut.
“Kemana kita?, bukannya konsernya ntar malam?” Tanyaku
“Bagaimana kalo kita cari makan dulu sambil ngobrol-ngobrol nunggu jam lapan buat nonton konser ? ” Usulnya
“Boleh juga!, dimana?”
“Ntar, liat aja, biar Ibu yang charge, OK!”
Aku pun mengangguk mengiyakan nya
Di sebuah resto china dijalan protokol kota ini, setelah menyantap hidangan laut, kami pun mengobrol mengahbiskan waktu dengan membahas berbagai persoalan baik itu maslah sosial maupun pribadi. Seperti halnya Ibu Diva menceritakan padaku tentang bagaimana menjemukannya kehidupan rumah tangganya.
“Wah, kalau soal itu saya tidak bisa memberikan pendapat, Bu!, masalahnya saya belum pernah berumah tangga.” kataku merespon nya
“Ini cuma sekedar curhat koq, Dik!, biar besok menjadi semacam panduan bila nantinya dik Adi sudah menjalan kehidupan bersama” Jawab Ibu Diva diplomatis
“Dan, jangan panggil Ibu, dong!, panggil saja Mbak, khan usia kita ngga terlalu jauh banget bedanya, paling cuma 13 tahun !” Tambahnya
Dan aku pun tertawa mendengar kelakar tersebut.
Ketika waktu telah menunjukkan saatnya, kami keluar dari resto tersebut disambut dengan gerimis, berlari-lari menuju mobil untuk meluncur ke cafe yang dimaksud. Selama konser tampak Ibu Diva sangat menikmati suasana tersebut sambil sesekali mengenggam tanganku, sehingga mau tidak mau pun aku menjadi ikut terbawa oleh suasana yang menyenangkan.
Konser pun berakhir, dan saatnya kami untuk pulang. Sambil-sesekali berceloteh dan bersenandung, kami menuruni tangga cafe, yang entah karena apa, Ibu Diva terpeleset namun untunglah aku sempat memegangi nya namun salah tempat karena secara reflek aku menariknya kedalam pelukan ku dan tersentuh buah dadanya. Sejenak Ibu Diva terdiam, memandangku, mempererat pelukannya dan seakan enggan melepaskannya.
“Bu, eh..Mbak, udah dong, malu ntar dilihat orang” Kataku
Dia pun melepaskan pelukannya, dan kami menuju ke mobil dengan keadaan Ibu Diva sedikit pincang kaki nya. Tengah malam kurang sedikit, kami sampai di rumah Ibu Diva, karena aku sudah terbiasa pulang pagi, jadi kudahulukan untuk mengantar kerumahnya untuk memastikan keadaannya.
Rumah dalam keadaan sepi, penghuninya sudah tidur semua kurasa, dan aku pun duduk di sofa sambil sejenak melepaskan lelah. Sambil terpincang-pincang, Ibu Diva membawakan segelas teh manis hangat untukku, dan duduk di sampingku. Aku jadi teringat kejadian di tangga cafe tadi.
“Masalah tadi, maafin saya Mbak, itu reflek yang nggak sengaja.” Kataku
“Nggak papa koq, Mbak ngga hati-hati sih, pegel banget nih!” Katanya
“Sini saya pijitin” kataku sambil mengangkat kakinya dang menggulung celana jins nya sampai selutut
Dia pun merebahkan badannya agar aku bisa leluasa memijitnya. Tak berapa lama kemudian dia bangkit sambil ikut memijiti kakinya sendiri. Saat tangan kami bersentuhan ada getar-getar halus yang kurasakan menggodaku namun berhasil kutepiskan. Namun tak disangka, Ibu Diva memegang lengan ku dan menarikku ke dalam pelukannya.
“temani aku malam ini, Dik!” Bisiknya lirih di telingaku
Kurasa habislah pertahanan ku kali ini. Di lumatnya bibirku dengan ganasnya, apa boleh buat, aku pun memberikan respon serupa. Kami saling berpagut dengan sesekali mempermainkan lidah. Tangannya menggerayangi tubuhku, mengusap-usap celanaku yang menggembung, sedangkan aku meremas-remas buah dadanya yang masih cukup ranum untuk wanita seusianya.
Lama kami bercumbu di atas sofa, lalu Ibu Diva menggamitku untuk memasuki kamarnya, dan kami meneruskan cumbuan sepuas-puasnya. Foreplay dilanjutkan setelah kami saling membuka baju, hanya tinggal mengenakan celana dalam saja kami bergelut di atas kasur yang empuk dalam kamar berpendingin udara. Kujilati puting susunya sampai Mbak Diva mendesah-desah, sementara tangannya menggengam penisku yang dengan lembut dikocoknya perlahan.
“Mbak.., aku buka ya, celananya!” Bisikku yang disambut dengan anggukannya
Setelah secarik kain tipis itu terlepas dari pinggulnya, Ibu Diva mengangkang kan pahanya, dan tampak memeknya yang kehitaman tertutup lebat rambut. Saat kusibak kerimbunan itu, gundukan daging itu berwarna kemerahan berdenyut panas.
Ibu Diva memekik dan mendesah perlahan saat memeknya kujilati. Ditekan nya kepalaku sepertinya dia sangat menikmati permainan ini, sampai suatu saat kurasa memeknya mulai basah dengan keluarnya lendir yang berlebihan.
Dengan nafas terengah-engah Ibu Diva menarik penisku untuk dimasukkan kedalam memeknya. Kupegan tangannya dan kupermainkan penisku di pintu masuk liang kenikmatan nya itu beberapa lama, kupukul-pukul kan kepala penisku dibibir memeknya, kumasukkan penisku sedikit dalam memeknya lalu kutarik keluar kembali, begitu berulang-ulang.
“Ayo dong, Dik!, jangan buat aku semakin ……” bisiknya
“Tapi aku belum pernah berhubungan badan, Mbak!” Balasku berbisik
“Ayolah, Dik!, aku beri kamu pengalaman menikmati surga ini, ayo..!”
“Akupun mengangguk”
Ibu Diva berbaring telentang di pinggiran ranjang dengan kaki mengangkang, sementara aku berlutut hendak memasukkan penisku. Di pegangnya penisku dan di arahkan ke dalam memeknya, kugesek-gesekkan kepala penisku dibibir memeknya sementara dia mendesah-desah, lalu dengan dorongan perlahan kubenamkan seluruh penisku kedalam liang memeknya.
Sebuah sensasi kenikmatan dan kehangatan yang luar biasa menyelubungi ku, sejenak keresapi kenikmatan ini sebelum Ibu Diva mulai mengalungkan pahanya pada pinggulku dan memintaku untuk mulai menyetubuhi nya.
Kudorong tubuh Ibu Diva ketengah ranjang, setelah tercapai posisi yang enak, kugerakkan pinggulku maju mundur mengeksplorasi seluruh kenikmatan yang dimiliki oleh Ibu Diva. Ruangan kamar yang dingin seolah tidak terasa lagi, yang ada hanya lengguhan-lengguhan kecil kami di timpahi suara kecepok beradunya tubuh kami, sementara disekeliling kepala kami terbungkus dengan hawa dan bau khas orang bersetubuh.
“hh..terus, Dik!, goyangnya yang cepat..Ohh..ohh, Ouuch!” Desahnya
“Yang erat, Mbak!, ayo sayang,..sshh,..hhh..” Desahku
“Ouuw…hh..,…lebih ce…aaahhhh!”
“Tenang aja, manisku…ohh.., enak Mbak!”
“Sss….sama…aku juga…ohh..ohh!”
Entah sudah berapa lama kami saling bergelut mencari kenikmatan, lambat laun penisku terasa seperti diremas-remas, lalu Ibu Diva mendesah panjang sebelum pelukannya terasa melemah.
“aku.., sam…,Dik!, …Aaaaakkhhh !” Desahnya
Kurasakan momen ini yang ternikmat dari bagian-bagian sebelumnya, maka sebelum remasan-remasan itu mengendur, kupercepat gerakanku dan kurasakan panas tubuhku meningkat sebelum ada sesuatu yang berdesir dari seluruh bagian tubuhku untuk segera berebut keluar lewat penisku yang membuatku bergetar hebat dengan memeluk tubuh Ibu Diva lebih erat lagi
“Ouuuhhh..ooouuuhh….!” Desahku tak lama kemudian
Aku bergulir di samping Ibu Diva mencoba mengatur nafas, sementara dia terpejam dengan ritme nafas yang tak beraturan juga. Penis ku masih tegak berdiri berkilat-kilat diselimuti cairan-cairan licin sebelum lemas
Setelah beberapa saat, nafasku pulih kembali, kubelai rambut Ibu Diva. Dia tersenyum padaku.
“Makasih, Mbak! Enak sekali tadi” Kataku tersenyum
“Sama-sama,Dik! Hebat sekali kamu tadi, padahal baru pertama, ya! ” jawabnya
Ibu Diva mencoba duduk, kulihat cairan spermaku meleleh keluar dari lipatan memeknya yang lalu di usapnya dengan selimut.
“Aku keluarkan di dalam tadi, Mbak! habis enak dan ngga bisa nahan lagi, ngga jadi anak khan nanti?” Tanyaku
“Enggak, santai saja, sayang!” Katanya manja sambil mencium pipiku
“Emm..,Mbak!” Tanyaku
“Apa sayang?” Jawabnya
“Kapan-kapan boleh minta lagi, nggak?”
“Anytime, anywhere, honey!” Katanya sambil memelukku dan melumat bibirku.
Setelah kejadian itu, tiga hari berikutnya aku menikmati servis istimewa dari Ibu Diva untuk lebih mengeksplorasi ramuan kenikmatan dengan berbagai gaya yang diajarkan olehnya, bahkan masih berlangsung hingga saat ini.
Pada mulanya anaknya yang kuincar menjadi cewek ku, ternyata malah mendapat layanan plus yang memuaskan dari ibunya.
Leave a Reply