• Cerita Porno
  • Lintas Generasi

    Aku mahasiswa di kota dingin B dan mempunyai pacar yg bernama Ani. Setelah selesai SMA Ani melanjutkan
    studi di Singapura, sementara saya tetap di kota B., sekolah teknik. Tapi aku selalu bertandang ke
    rumah Ani, walau tidak pernah ketemu ketemu. Namun perjalanan waktu menentukan lain bagi Ani, ayahnya
    yang wakil rakyat itu meninggal. Sekarang ini ibunya mencari nafkah sendiri dengan memegang beberapa
    perusahaannya yang memang sudah dirintis cukup lama, sebelum terpilih menjadi wakil rakyat.

    Harapanku mengawini Ani tetap ada di dada, walaupun saat aku berkunjung, justru bu Ida (ibunya Ani
    yang sering menemuiku. karena Ani ada kesibukan di Singapura, sehubungan dengan keikutsertaannya dalam
    sekolah presenter di sana. Tapi sebenarnya kalau mau jujur Ani masih kalah dengan ibunya. Bu Ida lebih
    cantik.,kulitnya lebih putih bersih, dewasa dan tenang pembawaannya. Sementara Ani agak sawo matang,
    nurun ayahnya kali? Seandainya Ani seperti ibunya: tenang pembawaannya, keibuan dan penuh perhatian,
    baik juga.

    Sekarang, di rumah yang cukup mewah itu hanya ada bu Ida dan seorang pembantu. sementara Ani sekolah
    di Singapura, paling-paling 3 bulan sekali pulang. Akhirnya saya di suruh bu Ida untuk membantu
    sebagai karyawan tidak tetap mengelola perusahaannya.
    Untungnya saya memiliki kemampuan di bidang komputer
    dan manajemennya, yang saya tekuni sejak SMA. Setelah
    mengetahui manajemen perusahaan bu Ida lalu saya
    menawari program akuntansi dan keuangan dengan
    komputer, dan bu Ida setuju bahkan senang.
    Merencanakan kalkulasi biaya proyek yang ditangani
    perusahaannya, dsb. Saya menyukai pekerjaan ini. Yang
    jelas bisa menambah uang saku saya, bisa untuk
    membantu kuliah, yang saat itu baru semester dua. Bu
    Ida memberi honor lebih dari cukup menurut ukuran saya.
    Pegawai bu Ida ada tiga cewek di kantor, tambah saya,
    belum termasuk di lapangan. Saya sering bekerja setelah
    kuliah, sore hingga malam hari, datang menjelang
    pegawai yang lain pulang. Itupun kalau ada proyek yang
    harus dAnirjakan. Part time begitu. Bagi saya ini hanya
    kerja sambilan tapi bisa menambah pengalaman.

    Karena hubungan kerja antara majikan dan pegawai,
    hubungan saya dengan bu Ida semakin akrab. Semula sih
    biasa saja, lambat-laun seperti sahabat, curhat, dan
    sebagainya. Aku sering dinasehati, bahkan saking
    akrabnya, bercanda, saya sering pegang tangannya,
    mencium tangan, tentu saja tanpa diketahui rekan kerja
    yang lain. Dan rupanya dia senang. Tapi aku tetap
    menjaga kesopanan. Pengalaman ini yang mendebarkan
    jantungku, betapapun dan siapapun bu Ida, dia mampu
    menggetarkan dadaku. Walaupun sudah cukup umur
    wanita ini tetap jelita. Saya kira siapapun orangnya pasti
    mengatakan orang ini cantik bahkan cantik sekali. Dasar
    pandai merawat tubuh, karena ada dana untuk itu, rajin
    fitnees, di rumah disediakan peralatannya. Kalau sedang
    fitnees memakai pakaian fitnees ketat sangat sedap
    dipandang. Ini sudah saya ketahui sejak saya SMA dulu,
    tapi karena saya pacar Ani, hal itu saya
    kesampingkan. Data-data pribadi bu Ida saya tahu betul
    karena sering mengerjakan biodata berkaitan dengan
    proyek-proyeknya. Tingginya 161 cm, usianya saat kisah
    ini terjadi 37 tahun, lima bulan dan berat badannya 52 kg.
    Cukup ideal.
    Pada suatu hari saya lembur, karena ada pekerjaan
    proyek dan paginya harus didaftarkan untuk diikutkan
    tender. Pukul 22.00 pekerjaan belum selesai, tapi aku
    agak terhibur bu Ida mau menemaniku, sambil mengecek
    pekerjaanku. Dia cukup teliti. Kalau kerja lembur begini ia
    malah sering bercanda. Bahkan seperti seorang istri melayani
    suaminya kalau minumanku habis dia tidak segan-segan yang
    menuang kembali, aku malah menjadi kikuk.
    Dia tak enggan pegang tanganku, mencubit,
    namun aku tak berani membalas. Apalagi bila
    sedang mencubit dadaku aku sama sekali tidak akan
    membalas. Dan yang cukup surprise tanpa ragu memijit mijit
    bahuku dari belakang.
    “Capek ya..? Saya pijit, nih”, katanya.
    Aku hanya tersenyum, dalam hati senang juga, dipijit
    janda cantik. Apalagi yang kurasakan dadanya, pasti
    teteknya menyenggol kepalaku bagian belakang, saya
    rasakan nyaman juga. Lama-lama pipiku sengaja saya
    pepetkan dengan tangannya yang mulus, dia diam saja.
    Dia membalas membelai-belai daguku, yang tanpa rambut
    itu. Aku menjadi cukup senang. Hampir pukul 23.00 baru
    selesai semua pekerjaan, saya membersihkan kantor dan
    masih dibantu bu Ida. Wah wanita ini betul-betul seorang
    pekerja keras, gumanku dalam hati.

    Saya bersiap-siap untuk pulang, tapi dibuatkan kopi, jadi
    kembali minum.
    “Kamu sudah punya pacar Min?”
    “Belum Bu”, jawabku
    “Masa.., pasti kamu sudah punya. Cewek mana yang tak
    mau dengan cowok ganteng”, katanya
    “Belum Bu, sungguh kok”, kataku lagi. Kami duduk
    bersebelahan di sofa ruang tengah, dengan penerangan
    yang agak redup. Entah siapa yang mendahului, kami
    berdua saling berpegangan tangan saling meremas
    lembut. Yang jelas semula saya sengaja menyenggol
    tangannya…

    Mungkin karena terbawa suasana malam yang dingin dan
    suasana ruangan yang syahdu, dan terdengar suara mobil
    melintas di jalan raya serta sayup-sayup suara binatang
    malam, saya dan bu Ida hanyut terbawa oleh suasana
    romantis. Bu Ida yang malam itu memakai gaun warna
    hitam dan sedikit motif bunga ungu. Sangat kontras
    dengan warna kulitnya yang putih bersih. Wanita
    pengusaha ini makin mendekatkan tubuhnya ke arahku.
    Dalam kondisi yang baru aku alami ini aku menjadi sangat
    kikuk dan canggung, tapi anehnya nafasku makin
    memburu, kejar-kejaran dan bergelora seperti gemuruh
    ombak di Pelabuhan Ratu. Saya menjadi bergemetaran,
    dan tak mampu berbuat banyak, walau tanganku tetap
    memegang tangannya.

    “Dingin ya Min..?!”, katanya sendu.
    Sementara tangan kiriku ditarik dan mendekap lengan
    kirinya yang memang tanpa lengan baju itu.
    “Ya, Bu dingin sekali”, jawabku.
    Terasa dingin, sementara tangannya juga merangkul
    pinggangku. Bau wewanginan semerbak di sekitar, aku
    duduk, menambah suasana romantis
    “Kalau ketahuan Darti (pembantunya), gimana Bu?”,
    kataku gemetar.
    “Darti tidak akan masuk ke sini, pintunya terkunci”,
    bisiknya.
    Saya menjadi aman. Lalu aku mencoba mengecup kening
    wanita lincah ini, dia tersenyum lalu dia menengadahkan
    wajahnya. Tanpa diajari atau diperintah oleh siapapun,
    kukecup bibir indahnya. Dia menyambut dengan
    senyuman, kami saling berciuman bibir saling melumat
    bibir, lidah kami bertemu berburu mencari kenikmatan di
    setiap sudut-sudut bibir dan rongga mulut masing masing.
    Tangankupun mulai meraba-raba tubuh sintal bu
    Ida, diapun tidak kalah meraba-raba punggungku dan
    bahkan menyusup dibalik kaosku. Aku menjadi semakin
    terangsang dalam permainan yang indah ini.

    Sejenak jeda, kami saling berpandangan dia tersenyum
    manis bahkan amat manis, dibanding waktu-waktu
    sebelumnya. Kami berangkulan kembali, seolah-olah dua
    sejoli yang sedang mabuk asmara sedang bermesraan,
    padahal antara majikan dan pegawainya. Dia mulai
    mencumi leherku dan menggigit lembut semantara
    tanganku mulai meraba-raba tubuhnya, pertama
    pantatnya, kemudian menjalar ke pinggulnya.
    “Sejak kamu kesini pacaran dengan Ani dulu, saya sudah berpikir:
    “Ganteng banget ini anak!””, katanya setengah berbisik.
    “Ah ibu ada-ada saja”, kataku mengelak walaupun saya
    senang mendapat sanjungan.
    “Saya tidak merayu, sungguh”, katanya lagi.
    Kami makin merangsek bercumbu, birahiku makin
    menanjak naik, dadaku semakin bergetar, demikian juga
    dada bu Ida. Diapun nampak bergetaran dan suaranya
    agak parau.

    Kemudian saya beranjak, berdiri dan menarik tangan bu
    Ida yang supaya ikut berdiri. Dalam posisi ini dia saya
    dekap dengan hangatnya. Hasrat kelakianku menjadi
    bertambah bangkit dan terasa seakan membelah celana
    yang saya pakai. Lalu saya bimbing dia ke kamarnya,
    bagai kerbau dicocok hidungnya bu Ida menurut saja.
    Kami berbaring bersama di spring bed, kembali kami
    bergumul saling berciuman dan becumbu.
    “Gimana kalau saya tidur di sini saja, Bu”, pintaku lirih.
    Ia berpikir sejenak lalu mengangguk sambil tersenyum.
    Kemudian dia beranjak menuju lemari dan mengambil
    pakaian sambil menyodorkan kepada saya.
    “Ini pakai punyaku”, dia menyodorkan pakaian tidur.
    Lalu aku melorot celana panjangku dan kaos kemudian
    memakai kimononya.

    Aku menjadi terlena. Dalam dekapannya aku tertidur.
    Baru sekitar setengah jam saya terbangun lagi. Dalam
    kondisi begini, jelas aku susah tidur. Udara terasa dingin,
    saya mendekapnya makin kencang. Dia menyusupkan
    kaki kanannya di selangkangan saya. Penisku makin
    bergerak-gerak, sementara cumbuan berlangsung,
    penisku semakin menjadi-jadi kencangnya, yang
    sesungguhnya sejak tadi di sofa.

    Aku berpikir kalau sudah begini bagaimana? Apakah saya
    lanjutkan atau diam saja? Lama aku berfikir untuk
    mengatakan tidak! Tapi tidak bisa ditutupi bahwa hasrat,
    nafsu birahiku kuat sekali yang mendorong melonjaklonjak
    dalam dadaku bercampur aduk sampai kepada
    ubun-ubunku. Walaupun aku diamkan beberapa saat,
    tetap saja kejaran libido yang terasa lebih kuat. Memang
    saya sadar, wanita yang ada didekapanku adalah
    majikanku, mamanya Ani, tapi sebagai pria
    normal dan dewasa aku juga merasakan kenikmatan bibir
    dan rasa perasaan bu Ida sebagai wanita yang sintal,
    cantik dan mengagumkan. Sedikitnya aku sudah
    merasakan kehangatannya tubuhnya dan perasaannya,
    meski pengalaman ini baru pertama kali kualami.

    Aku tak kuasa berkeputusan, dalam kondisi seperti ini aku
    semakin bergemetaran, antara mengelak dan hasrat yang
    menggebu-gebu. Aku perhatikan wajahnya di bawah sorot
    lampu bed, sengaja saya lihat lama dari dekat, wajahnya
    memancarkan penyerahan sebagai wanita, di depan lelaki
    dewasa. Pelan-pelan tanganku menyusup di balik
    gaunnya, meraba pahanya dia mengeliat pelan, saya tidak
    tahu apakah dia tidur atau pura-pura tidur. Aku cium
    lembut bibirnya, dan dia menyambutnya. Berarti dia tidak
    tidur. Ku singkap gaun tidurnya kemudian kulepas, dia
    memakai beha warna putih dan cedenya juga putih. Aku
    menjadi tambah takjub melihat kemolekan tubuh bu Ida,
    putih dan indah banget. Ku raba-raba tubuhnya, dia
    mengeliat geli dan membuka matanya yang sayu. Jari-jari
    lentiknya menyusup ke balik baju tidur yang kupakai dan
    menarik talinya pada bagian perutku, lalu pakaianku
    terlepas. Kini akupun hanya pakai cede saja.
    “Kamu ganteng banget, Min, tinggi badanmu berapa, ya?”,
    bisiknya. Saya tersenyum senang.
    “Makasih. Ada 171. Bu Ida juga cantik sekali”, mendengar
    jawabanku, dia hanya tersenyum.

    Aku berusaha membuka behanya dengan membuka
    kaitannya di punggungnya, kemudian keplorotkan
    cedenya sehingga aku semakin takjub melihat keindahan
    alam yang tiada tara ini. Hal ini menjadikan dadaku
    semakin bergetar. Betapa tidak?! Aku berhadapan
    langsung dengan wanita tanpa busana yang bertubuh
    indah, yang selama ini hanya kulihat lewat gambargambar
    orang asing saja. Kini langsung mengamati dari
    dekat sekali bahkan bisa meraba-raba. Wanita yang
    selama ini saya lihat berkulit putih bersih hanya pada
    bagian wajah, bagian kaki dan bagian lengan ini, sekarang
    tampak seluruhnya tiada yang tersisa. Menakjubkan!
    Darahku semakin mendidih, melihat pemandangan nan
    indah itu. Di saat saya masih bengong, pelan-pelan aku
    melorot cedeku, saya dan bu Ida sama-sama tak
    berpakaian. Penisku benar-benar maksimal kencangnya.
    Kami berdua berdekapan, saling meraba dan membelai.
    Kaki kami berdua saling menyilang yang berpangkal di
    selakangan, saling mengesek. Penisku yang kencang ikut
    membelai paha indah bu Ida. Sementara itu ia membelaibelai
    lembut penisku dengan tangan halusnya, yang
    membawa efek nikmat luar biasa.
    Tanganku membela-belai pahanya kemudian kucium
    mulai dari lutut merambat pelan ke pangkal pahanya. Ia
    mendesah lembut. Dadaku makin bergetaran karena kami
    saling mencumbu, aku meraba selakangannya, ada
    rerumputan di sana, tidak terlalu lebat jadi enak
    dipandang. Dia mengerang lembut, ketika jemariku
    menyentuh bibir vaginanya. Mulutku menciumi
    payudaranya dengan lembut dan mengedot puntingnya
    yang berwarna coklat kemerah-merahan, lalu
    membenamkan wajahku di antara kedua susunya.
    Sementara tangan kiriku meremas lembut teteknya.
    Desisan dan erangan lembut muncul dari mulut indahnya.
    Aku semakin bernafsu walau tetap gemetaran. Tanganku
    mulai aktif memainkan selakangannya, yang ternyata
    basah itu. Saya penasaran, lalu kubuka kedua pahanya,
    kemudian kusingkap rerumputan di sekitar
    kewanitaannya. Bagian-bagian warna pink itu aku belaibelai
    dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan,
    menyenangkan sekali. Bu Ida mengerang lembut sambil
    menggerakkan pelan kaki-kakinya. Lalu jariku
    kumasukkan keterowongan pink tersebut dan menari-nari
    di dalamnya. Dia semakin bergelincangan. Kelanjutannya
    ia menarikku.
    “Ayo Min” aku tak tahan”, katanya berbisik
    Dan merangkulku ketat sekali, sehingga bagian yang
    menonjol di dadanya tertekan oleh dadaku.

    Aku mulai menindih tubuh sintal itu, sambil bertumpu
    pada kedua siku-siku tanganku, supaya ia tidak berat
    menompang tubuhku. Sementara itu senjataku terjepit
    dengan kedua pahanya. Dalam posisi begini saja enaknya
    sudah bukan main, getaran jantungku makin tidak
    teratur. Sambil menciumi bibirnya, dan lehernya,
    tanganku meremas-remas lembut susunya. Penisku
    menggesek-gesek sekalangannya, ke arah atas (perut),
    kemudian turun berulang-ulang Tak lama kemudian
    kakinya direnggangkan, lalu pinggul kami berdua
    beringsut, untuk mengambil posisi tepat antara senjataku
    dengan lubang kewanitaannya. Beberapa kali kami
    beringsut, tapi belum juga sampai kepada sasarannya.
    Penisku belum juga masuk ke vaginanya
    “Alot juga”, bisikku. Bu Ida yang masih di bawahku
    tersenyum.
    “Sabar-sabar”, katanya. Lalu tangannya memegang
    penisku dan menuntun memasukkan ke arah
    kewanitaannya.
    “Sudah ditekan… pelan-pelan saja”, katanya. Akupun
    menuruti saja, menekan pinggulku…
    “Blesss”, masuklah penisku, agak seret, tapi tanpa
    hambatan. Ternyata mudah! Pada saat masuk itulah, rasa
    nikmatnya amat sangat. Seolah aku baru memasuki dunia
    lain, dunia yang sama sekali baru bagiku. Aku memang
    pernah melihat film orang beginian, tetapi untuk
    melakukan sendiri baru kali ini. Ternyata rasanya enak,
    nyaman, mengasyikkan. Wonderful! Betapa tidak, dalam
    usiaku yang ke 23, baru merasakan kehangatan dan
    kenikmatan tubuh wanita.
    Gerakanku mengikuti naluri lelakiku, mulai naik-turun,
    naik-turun, kadang cepat kadang lambat, sambil
    memandang ekspresi wajah bu Ida yang merem-melek,
    mulutnya sedikit terbuka, sambil keluar suara tak
    disengaja desah-mendesah. Merasakan kenikmatannya
    sendiri.
    “Ah… uh… eh… hem””
    Ketika aku menekankan pinggulku, dia menyambut
    dengan menekan pula ke atas, supaya penisku masuk
    menekan sampai ke dasar vaginanya. Getaran-getaran
    perasaan menyatu dengan leguhan dan rasa kenikmatan
    berjalan merangkak sampai berlari-lari kecil berkejarkejaran.
    Di tengah peristiwa itu bu Ida berbisik
    “Kamu jangan terlalu keburu nafsu, nanti kamu cepat
    capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti iramanya”, ketika
    saya mulai menggenjot dengan semangatnya.
    “Ya Bu, maaf”, akupun menuruti perintahnya.

    Lalu aku hanya menggerakkan pinggulku ala kadarnya
    mengikuti gerakan pinggulnya yang hanya sesekali
    dilakukan. Ternyata model ini lebih nyaman dan mudah
    dinikmati. Sesekali kedua kakinya diangkat dan sampai
    ditaruh di atas bahuku, atau kemudian dibuka lebar-lebar,
    bahkan kadang dirapatkan, sehingga terasa penisku
    terjepit ketat dan semakin seret. Gerak apapun yang kami
    lakukan berdua membawa efek kenikmatan tersendiri.
    Setelah lebih dari sepuluh menit , aku menikmati
    tubuhnya dari atas, dia membuat suatu gerakan dan aku
    tahu maksudnya, dia minta di atas.

    Aku tidur terlentang, kemudian bu Ida mengambil posisi
    tengkurap di atasku sambil menyatukan alat vital kami
    berdua. Bersetubuhlah kami kembali.Ia memasukkan
    penisku rasanya ketat sekali menghujam sampai dalam.
    Sampai beberapa saat bu Ida menggerakkan pinggulnya,
    payudaranya bergelantungan nampak indah sekali,
    kadang menyapu wajahku. Aku meremas kuat-kuat
    bongkahan pantatnya yang bergoyang-goyang.
    Payudaranya disodorkan kemulutku, langsung kudot.
    Gerakan wanita berambut sebahu ini makin mempesona
    di atas tubuhku. Kadang seperti orang berenang, atau
    menari yang berpusat pada gerakan pinggulnya yang
    aduhai. Bayang-bayang gerakan itu nampak indah di
    cermin sebelah ranjang. Tubuh putih nan indah
    perempuan setengah baya menaiki tubuh pemuda agak
    coklat kekuning-kuningan. Benar-benar lintas generasi!

    Adegan ini berlangsung lebih dari lima belas menit, kian
    lama kian kencang dan cepat, gerakannya. Nafasnya kian
    tidak teratur, sedikit liar. Kayak mengejar setoran saja.
    Tanganku mempererat rangulanku pada pantat dan
    pinggulnya, sementara mulutku sesekali mengulum
    punting susunya. Rasanya enak sekali. Setelah kerja
    keras majikanku itu mendesah sejadi-jadinya”
    “Ah… uh, eh… aku, ke.. luaar..Min..”, rupanya ia orgasme.

    Puncak kenikmatannya diraihnya di atas tubuhku,
    nafasnya berkejar-kejaran, terengah-engah merasakan
    keenakan yang mencapai klimaknya. Nafasnya berkejarkejaran,
    gerakannya lambat laun berangsur melemah,
    akhirnya diam. Ia menjadi lemas di atasku, sambil
    mengatur nafasnya kembali. Aku mengusap-usap
    punggung mulusnya. Sesekali ia menggerak-gerakkan
    pinggulnya pelan, pelan sekali, merasakan sisa-sisa
    puncak kenikmatannya. Beberapa menit dia masih
    menindih saya.

    Setelah pulih tenaganya, dia tidur terlentang kembali, siap
    untuk saya tembak lagi. Kini giliran saya menindihnya,
    dan mulai mengerjakan kegiatan seperti tadi. Gerakan ku
    pelan juga, dia merangkul aku. Naik turun, keluar masuk.
    Saat masuk itulah rasa nikmat luar biasa, apalagi dia bisa
    menjepit-jepit, sampai beberapa kali. Sungguh aku
    menikmati seluruhnya tubuh bu Ida. Ruaar biasa! Tiba-
    tiba suatu dorongan tenaga yang kuat sampai diujung
    senjataku, aliran darah, energi dan perasaan terpusat di
    sana, yang menimbulkan kekuatan dahsyat tiada tara.
    Energi itu menekan-nekan dan memenuhi lorong-lorong
    rasa dan perasaan, saling memburu dan kejar-kejaran.
    Didorong oleh gairah luar biasa, menimbulkan efek
    gerakan makin keras dan kuat menghimpit tubuh indah,
    yang mengimbangi dengan gerakan gemulai mempesona.
    Akhirnya tenaga yang menghentak-hentak itu keluar
    membawa kenikmatan luar biasa”, suara tak disengaja
    keluar dari mulut dua insan yang sedang dilanda
    kenikmatan. Air maniku terasa keluar tanpa kendali,
    menyemprot memenuhi lubang kenikmatan milik bu Ida.
    “Ahh… egh… egh… uhh”, suara kami bersaut-sahutan.
    Bibir indah itu kembali kulumat makin seru, diapun makin
    merapatkan tubuhnya terutama pada bagian bawah
    perutnya, kuat sekali. Menyatu semuanya,
    “Aku” keluar Bu”, kataku terengah-engah.
    “Aku juga Min”, suaranya agak lemah.
    “Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok bisa keluar lagi?!”,
    tanyaku agak heran.
    “Ya, bisa dua kali”, jawabnya sambil tersenyum puas.

    Kami berdua berkeringat, walau udara di luar dingin.
    Rasanya cukup menguras tenaga, bagai habis naik
    gunung saja, lempar lembing atau habis dari perjalanan
    jauh, tapi saya masih bisa merasakan sisa-sisa
    kenikmatan bersama. Selang beberapa menit, setelah
    kenikmatan berangsur berkurang, dan terasa lembek,
    saya mencabut senjataku dan berbaring terlentang di
    sisinya sambil menghela nafas panjang. Puas rasanya
    menikmati seluruh kenikmatan tubuhnya. Perempuan
    punya bentuk tubuh indah itupun terlihat puas, seakan
    terlepas dari dahaganya, yang terlihat dari guratan
    senyumnya. Saya lihat selakangannya, ada ceceran air
    maniku putih kental meleleh di bibir vaginanya bahkan
    ada yang di pahanya. Pengalaman malam itu sangat
    menakjubkan, hingga sampai berapa kali aku menaiki bu
    Ida, aku lupa. Yang jelas kami beradu nafsu hampir
    sepanjang malam dan kurang tidur.

    Keesokan harinya
    Busa-busa sabun memenuhi bathtub, aku dan bu Ida
    mandi bersama, kami saling menyabun dan menggosok,
    seluruh sisi-sisi tubuhnya kami telusuri, termasuk bagian
    yang paling pribadi. Yang mengasyikkan juga ketika dia
    menyabun penisku dan mengocok-kocok lembut. Saya
    senang sekali dan sudah barang tentu membawa efek
    nikmat.
    “Saya heran barang ini semalaman kok tegak terus, kayak
    tugu Monas, besar lagi. Ukuran jumbo lagi?!”, katanya
    sambil menimang-nimang tititku.
    “Kan Ibu yang bikin begini?!”, jawabku. Kami tersenyum
    bersama.

    Sehabis mandi, kuintip lewat jendela kamar, Darti sedang
    nyapu halaman depan, kalau aku keluar rumah tidak
    mungkin, bisa ketahuan. Waktu baru pukul setengah
    enam. Tetapi senjata ini belum juga turun, tiba-tiba
    hasrat lelakiku kembali bangkit kencang sekali. Kembali
    meletup-letup, jantung berdetak makin kencang. Lagi-lagi
    aku mendekati janda yang sudah berpakaian itu, dan
    kupeluk, kuciumi. Saya agak membungkuk, karena aku
    lebih tinggi. Bau wewangian semerbak disekujur
    tubuhnya, rasanya lebih fresh, sehabis mandi. Lalu ku
    lepas gaunnya, ku tanggalkan behanya dan kuplorotkan
    cedenya. Kami berdua kembali berbugil ria dan menuju
    tempat tidur. Kedua insan lelaki perempuan ini saling
    bercumbu, mengulangi kenikmatan semalam.

    Ia terbaring dengan manisnya, pemandangan yang indah
    paduan antara pinggul depan, pangkal paha, dan
    rerumputan sedikit di tengah menutup samara-samar
    huruf “V”, tanpa ada gumpalan lemaknya. Aku buka
    dengan pelan kedua pahanya. Aku ciumi, mulai dari lutut,
    kemudian merambat ke paha mulusnya. Sementara
    tangannya mengurut-urut lembut penisku. Tubuhku mulai
    bergetaran, lalu aku membuka selakangannya,
    menyibakkan rerumputan di sana. Aku ingin melihat
    secara jelas barang miliknya. Jariku menyentuh benda
    yang berwarna pink itu, mulai bagian atas membelaibelainya
    dengan lembut, sesekali mencubit dan membelai
    kembali. Bu Ida bergelincangan, tangannya makin erat
    memegang tititku. Kemudian jariku mulai masuk ke
    lorong, kemudian menari-nari di sana, seperti malam tadi.
    Tapi bibir, dan terowongan yang didominasi warna pink ini
    lebih jelas, bagai bunga mawar yang merekah. Beberapa
    saat aku melakukan permainan ini, dan menjadi paham
    dan jelas betul struktur kewanitaan bu Ida, yang
    menghebohkan semalam.

    Gelora nafsu makin menggema dan menjalar seantero
    tubuh kami, saling mencium dan mencumbu, kian
    memanas dan berlari kejar-kejaran. Seperti ombak laut
    mendesir-desir menerpa pantai. Tiada kendali yang dapat
    mengekang dari kami berdua. Apalagi ketika puncak
    kenikmatan mulai nampak dan mendekat ketat. Sebuah
    kejutan, tanpa aku duga sebelumnya penisku yang sejak
    tadi di urut-urut kemudian dikulum dengan lembutnya.
    Pertama dijilati kepalanya, lalu dimasukkan ke rongga
    mulutnya. Rasanya saya diajak melayang ke angkasa
    tinggi sekali menuju bulan. Aku menjadi kelelahan. Sesi
    berikutnya dia mengambil posisi tidur terlentang,
    sementara aku pasang kuda-kuda, tengkurap yang
    bertumpu pada kedua tangan saya. Saya mulai
    memasukkan penisku ke arah lubang kewanitaan bu Ida
    yang tadi sudah saya “pelajari” bagian-bagiannya secara
    seksama itu. Benda ini memang rasanya tiada tara, ketika
    kumasukkan, tidak hanya saya yang merasakan enaknya
    penetrasi, tetapi juga bu Ida merasakan kenikmatan yang
    luar biasa, terlihat dari ekpresi wajahnya, dan desahan
    lembut dari mulutnya.
    “Ah”, desahnya setiap aku menekan senjataku ke arah
    selakangannya, sambil menekankan pula pinggulnya ke
    arah tititku. Kami berdua mengulangi mengarungi
    samodra birahi yang menakjubkan, pagi itu.

    Semuanya sudah selesai, aku keluar rumah sekitar pukul
    setengah delapan, saat Darti mencuci di belakang. Dalam
    perjalanan pulang aku termenung, Betapa kejadian
    semalam dapat berlangsung begitu cepat, tanpa liku-liku,
    tanpa terpikirkan sebelumnya. Sebuah wisata seks yang
    tak terduga sebelumnya. Kenikmatan yang kuraih,
    prosesnya mulus, semulus paha bu Ida. Singkat, cepat
    dan mengalir begitu saja, namun membawa kenikmatan
    yang menghebohkan. Betapa aku bisa merasakan
    kehangatan tubuh bu Ida secara utuh, orang yang selama
    ini menjadi majikanku. Menyaksikan rona wajah bu Ida
    yang memerah jambu, kepasrahannya dalam
    ketelanjangannya, menunjukkan kedagaan seorang
    wanita yang mebutuhkan belaian dan kehangatan seorang
    pria.

    Akhirnya aku menjadi ayah angkat pacarku walaupun umurnya berbeda tetapi pengabdiannya sebagai seorang
    istri sangat membahagiakanku ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    17 mins