• Cerita Porno
  • Tubuh Mungil Amelia

    Saya punya kenalan anak **** (edited)
    fakultas sastra, namanya Susan. Anaknya mungil, kulitnya putih bersih
    dan mulus, maklum anak keturunan negeri seberang. Sedang saya sendiri
    kuliah di fakultas kedokteran, **** (edited by Yuri) juga.
    Suatu
    waktu, saya jemput Susan dari kuliahnya untuk pulang. Sesampainya di
    rumah Susan di bilangan Cempaka Putih, dia mengajak saya masuk karena
    katanya rumahnya kosong sampai besok siang. Sayapun masuk dan duduk di
    sofa ruang tamunya. Setelah menutup pintu depan, dia masuk ke dalam
    kamarnya untuk mandi dan ganti baju.
    Tidak lama kemudian dia
    datang dengan baju kaos dan rok pendek sambil membawa dua minuman dan
    duduk di samping saya. Busyet, saya bisa mencium harum tubuhnya dengan
    jelas. Dan terus terang tiba-tiba saya terangsang dan mulai
    membayangkan keindahan tubuh Susan bila tanpa busana. Secara tidak
    sadar, saya menatap tubuh segarnya dan membuat Susan bingung.
    “Kenapa sih Ben?”, tanyanya. Saya cepat-cepat sadar dari lamunan erotis saya.
    “Ngga…, lu kelihatan laen dari biasanya”.
    “Lain apanya Ben…?”, sambil menumpangkan salah satu kakinya ke kaki satunya.
    Busyet,
    pahanya putih sekali. Birahi sayapun tambah terangkat. Pikiran erotis
    saya mulai bergelora lagi, menghayalkan seandainya saya bisa
    meraba-raba kemulusan pahanya.
    “Heh..!”, katanya sambil tertawa dan menepuk bahu saya, “Ngeliat apaan hayo, ngeres deh lo!”.
    Saya cuma bisa tersenyum, “San, panas ya di sini?”, sambil saya mengambil saputangan di kantong celana.
    “Iya yah, lo udah mulai keringetan begini”.
    Tiba-tiba saja dia mengelap keringat di dahi saya memakai tisunya.
    Dalam
    keadaan berdekatan seperti ini, saya punya inisiatif untuk memeluk dan
    menciumnya. Dan benar deh, Susan sudah berada dalam pelukan saya, dan
    bibirnya sudah dalam lumatan bibir saya. Dia sama sekali tidak berontak
    dan mulai memejamkan matanya menikmati percumbuan ini. Tangannya
    perlahan berganti posisi memeluk leher saya. Tangan saya yang tadi
    memegang pinggulnya, turun perlahan ke pangkal pahanya dan akhirnya
    saya berhasil merasakan betapa mulus dan lembutnya paha Susan. Saya
    meraba naik turun sambil sedikit meremasnya. Rasanya agak bangga juga
    saya mulai bisa menyentuh bagian tubuhnya yang agak sensitif. Sedang
    bibir kami masih saling berpagutan mesra dalam keadaan mata masih
    terpejam. Lama-lama saya merasa kurang lengkap kalau hanya meraba
    bagian pahanya saja.
    Tangan saya mulai naik lagi. Sekarang saya
    ingin sekali untuk menikmati buah dadanya. Pikiran saya sudah melayang
    jauh. Pelan tapi pasti saya mengangkat baju kaosnya untuk saya buka.
    Dia tidak menolak, dan setelah saya buka bajunya, kelihatanlah buah
    dadanya yang masih terbungkus rapi oleh BH-nya. Saya lumat lagi
    bibirnya sambil saya bawa tangan saya ke belakang tubuhnya. Memeluk…,
    dan akhirnya saya mencari kancing pengait BH-nya untuk saya lepas.
    Tidak berapa lama kemudian terlepaslah BH pembungkus buah dadanya. Dan
    mulailah tersembul keindahan buah dadanya yang putih dengan puting
    kecoklatan di atasnya. Akh, benar-benar merupakan tempat untuk
    berwisata yang paling indah dengan pemandangan yang menakjubkan di
    seantero jagat. Saya tambah gregetan melihat indahnya buah dada Susan
    yang terawat rapi selama ini.
    Akhirnya saya mulai meraba dan
    meremas-remas salah satu buah dadanya dan kembali saya lumat bibir
    mungilnya. Terdengar nafas Susan mulai tidak teratur. Kadang Susan
    menghembuskan nafas dari hidungnya cepat hingga terdengar seperti orang
    sedang mendesah. Susan membiarkan saya menikmati tubuhnya. Birahinya
    sudah hampir tidak tertahankan.
    Saat saya rebahkan tubuhnya di
    sofa dan mulut saya siap melumat puting susunya, Susan menolak saya
    sambil mengatakan, “Ben, jangan di sini…, di kamar saya aja!”,
    ajaknya dan kemudian bangun, mengambil baju kaos dan BH-nya di lantai
    dan berjalan menuju kamar tidurnya. Saya mengikutinya dari belakang
    sambil membuka baju saya sendiri dan melepas kancing celana saya.
    Begitu
    pintu ditutup dan dikunci, saya langsung memeluk Susan yang sudah
    telnjang dada dan kembali melumat bibir mungilnya lalu meraba-raba
    tubuhnya sambil bersandar di tembok kamarnya. Lama-lama cumbuan saya
    mulai beralih ke lehernya yang jenjang dan menggelitik belakang
    telinganya. Susan mulai mendesah pertanda birahinya semakin
    menjadi-jadi. Saking gemesnya saya sama tubuh Susan, tidak lama tangan
    saya turun dan mulai meraba dan meremas bongkahan pantatnya yang begitu
    montoknya. Susan mulai mengerang geli. Terlebih ketika saya lebih
    menurunkan cumbuan saya ke daerah dadanya, dan menuju puncak bukit
    kembar yang menggelantung di dada Susan.
    Dalam posisi agak
    jongkok dan tangan saya memegang pinggulnya, saya mulai menggerogoti
    puting susu Susan satu persatu yang membuat Susan kadang menggelinjang
    geli, dan sesekali melenguh geli. Saya jilat, gigit, kulum dan saya
    hisap puting susu Susan, hingga Susan mulai lemas. Tangannya yang
    bertumpu pada dinding kamar mulai mengendor.
    Perlahan tangan
    saya meraba kedua pahanya lagi dan rabaan mulai naik menuju pangkal
    pahanya. Dan saya mengaitkan beberapa jari saya di celana dalamnya dan,
    “Srreet!”, Lepas sudah celana dalam Susan. Saya raba pantatnya, begitu
    mulus dan kenyal, sekenyal buah dadanya. Dan saat rabaan saya yang
    berikutnya hampir mencapai daerah selangkangannya…, tiba-tiba, “Ben,
    di tempat tidur aja yuk..! saya capek berdiri nih”. Sebelum membalikkan
    badannya, Susan memelorotkan rok mininya di hadapan saya dan tersenyum
    manis memandang ke arah saya. Wow, senyum itu…, membuat saya kepingin
    cepat-cepat menggumulinya. Apalagi Susan tersenyum dalam keadaan tanpa
    busana.
    Susan mendekati saya, dan tangannya dengan lincah
    melepas celana panjang dan celana dalam saya hingga kini bukan hanya
    dia saja yang bugil di kamarnya. Batang kemaluan saya yang tegang
    mengeras menandakan bahwa saya sudah siap tempur kapan saja. Tinggal
    menunggu lampu hijau menyala.
    Lalu Susan mengambil tangan saya,
    menggandeng dan menarik saya ke ranjangnya. Sesampainya di pinggir
    ranjang, Susan berbalik dan mengisyaratkan agar saya tetap berdiri dan
    kemudian Susan duduk di sisi ranjangnya. Oh, Susan mengulum batang
    kemaluan saya dengan rakusnya. Gila, lalu dia dengan ganasnya pula
    menggigit halus, menjilat dan mengisap batang kemaluan saya tanpa ada
    jeda sedikitpun. Kepalanya maju mundur mengisapi kemaluan saya hingga
    terlihat jelas betapa kempot pipinya. Saya berusaha mati-matian menahan
    ejakulasi yang saya rasakan agar saya bisa mengimbangi permainannya.
    Kadang saya meringis nikmat saat Susan mengeluarkan beberapa jurus
    pamungkasnya dalam mencumbui kemaluan saya. Wow, betapa nikmatnya
    hingga menyentuh sumsum.
    Sudah 15 menit Susan mengisapi batang
    kemaluan saya, lalu dia melepas mulutnya dari batang kemaluan saya dan
    merebahkan tubuhnya telentang di atas ranjang. Saya mengerti maksud
    Susan ini. Dia minta gantian saya yang aktif. Segera saya tindih
    tubuhnya dan mulai berciuman lagi untuk beberapa lamanya, dan saya
    mulai mengalihkan cumbuan ke buah dadanya lagi, kemudian saya turun
    lagi mencari sesuatu yang baru di daerah selangkangannya. Susan
    mengerti maksud saya. Dia segera membuka dan mengangkangkan kedua
    pahanya lebar-lebar, membiarkan saya membenamkan muka saya di sekitar
    bibir vaginanya. Kedua tangan saya lingkarkan di kedua pahanya dan
    membuka bibir vaginanya yang sudah memerah dan basah itu. Oh, rupanya
    sewaktu dia mandi sudah dibersihkan dan disabun dengan baik sehingga
    bau vaginanya harum. Ditambah menurut pengakuannya, bahwa dia tadi
    meminum ramuan pengharum vagina. Tanpa buang waktu lagi, saya
    menjulurkan lidah untuk menjilati bibir vaginanya dan clitorisnya yang
    tegang menonjol.
    Wow, Susan menggelinjang hebat. Tubuhnya
    bergetar hebat. Desahannya mulai seru. Matanya terpejam merasakan geli
    dan nikmatnya tarian lidah saya di liang sanggamanya. Kadang pula Susan
    melenguh, merintih, bahkan berteriak kecil menikmati gelitik lidah
    saya. Terlebih ketika saya julurkan lidah saya lebih dalam masuk ke
    liang vaginanya sambil menggeser-geser ke clitorisnya. Dan bibir saya
    melumat bibir vaginanya seperti orang sedang berciuman. Vaginanya mulai
    berdenyut hebat, hidungnya mulai kembang kempis,dan akhirnya…
    “Ben…,
    ohh…, Ben…, udahh…, entot saya Ben!”, Susan mulai memohon kepada
    saya untuk segera menyetubuhinya. Saya bangun dari daerah
    selangkangannya dan mulai mengatur posisi di atas tubuhnya dan
    menindihnya sambil memasukkan batang kemaluan saya ke dalam lorong
    vaginanya perlahan. Dan akhirnya saya genjot vagina Susan yang masih
    perawan itu secara perlahan dan jantan. Masih sempit, tapi remasan
    liangnya membuat saya makin penasaran dan ketagihan.
    Akhirnya
    saya sampai pada posisi paling dalam, lalu perlahan saya tarik lagi.
    Pelan, dan lama-kelamaan saya percepat gerakan tersebut. Kemudian
    posisi demi posisi saya coba dengan dukungan Susan.
    Saya sudah
    tidak sadar berada di mana. Yang saya tahu semuanya sangat indah.
    Rasanya saya seperti melayang terbang tinggi bersama Susan. Yang saya
    tahu, terakhir kali tubuh saya dan tubuh Susan mengejang hebat.
    Keringat membasahi tubuh saya dan tubuhnya. Nafas kami sudah saling
    memburu. Saya merasakan ada sesuatu yang muncrat banyak sekali dari
    batang kemaluan saya sewaktu barang saya masih di dalam kehangatan
    liang sanggama Susan. Setelah itu saya tidak tahu apa lagi.
    Sebelum
    saya tertidur saya sempat melihat jam. Alamak!, dua setengah jam. Waktu
    saya sadar besoknya, Susan masih tertidur pulas di samping saya, masih
    tanpa busana dengan tubuh masih seindah sebelum saya bersenggama
    dengannya. Sambil memandanginya, dalam hati saya berkata, “Akhirnya
    saya bisa juga ngelampiasin nafsu yang saya pendam selama ini”.
    Thank’s
    banget San…, kalo nggak ada lo, saya kagak tau deh ke mana saya bawa
    nafsu saya ini”, saya kecup keningnya,lalu saya segera berpakaian dan
    siap pergi dari rumah Susan setelah saya lihat jam di mejanya,
    mengingatkan saya bahwa sebentar lagi keluarganya segera datang. Saya
    kagak mau konyol kepergok lagi bugil berduaan bersama dengannya.
    Apalagi masih ada noda darah perawan di sprei tempat tidurnya. Saya
    bangunkan dia dan berkata bahwa lain kali sebaiknya kita main di villa
    saya, di Bogor, dengan alasan lebih aman dan bebas.

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    8 mins