• Cerita Porno
  • Vicky Simpanan Guru Walikelas

    Namaku Vicki. Aku akan membagi pengalaman seksku dengan
    para pembaca Website ini. Ini merupakan cerita
    pertamaku, jadi harap maklum apabila tata bahasanya
    tidak terlalu bagus.

    *****

    Oh ya, sebelumnya aku beritahu ciri-ciri dan
    perawakanku. Aku WNI keturunan, berusia 21 tahun saat
    ini, rambut hitam panjang sampai ke bahu dan agak
    bergelombang, tinggi 160 cm berat 45 kg. Perawakanku
    agak kurus, namun payudaraku tergolong besar, 38C.
    Berhubung tubuhku agak kurus, payudaraku terlihat sangat
    besar. Apalagi pantatku juga tidak besar, biasa-biasa
    saja. Ada beberapa teman yang mengatakan potonganku
    mirip dengan Amy Yip, mantan bintang panas Hongkong.
    Sejak kecil aku rajin berolahraga, seperti senam-senam
    sendiri di kamar dan sering sekali membantu ibuku
    beres-beres rumah sehingga tubuhku terlihat kencang dan
    padat.

    Namun aku tipe cewek yang konservatif, jarang memakai
    pakaian yang ketat, dan memakai kacamata minus satu,
    rambut aku kuncir di belakang, sehingga tampaknya tidak
    terlalu banyak cowok yang mendekatiku. Walaupun saat
    memakai kaos olahraga pada waktu SMA, para cowok selalu
    menatap buah dadaku yang menonjol dengan penuh nafsu,
    sikap dinginku sering membuat mereka malas melakukan
    pendekatan terhadapku.

    Aku kehilangan keperawananku saat SMA kelas 2, berumur
    17 tahun oleh pacarku, yang juga WNI keturunan dan
    merupakan temen kuliah kakak lakiku. Sebetulnya aku
    tidak berniat pacaran saat itu, namun karena ia sering
    datang ke rumah dan bercengkerama dengan aku dan
    kakakku, lama kelamaan kami saling menyukai. Itu
    merupakan pengalaman pertamaku berpacaran dan karena
    masih sangat lugu, aku gampang dirayu sehingga mahkotaku
    direnggutnya. Kemudian selama hampir 3 bulan bermain
    seks dengan pacarku, aku tidak terlalu menikmatinya,
    bahkan terkadang sedikit kesakitan saat aku digaulinya.
    Mungkin karena ia juga tidak terlalu berpengalaman:-)

    Setelah putus karena pacarku kepergok kakakku
    berselingkuh, aku kembali bersikap dingin terhadap
    cowok. Aku pikir apa enaknya orang pacaran dan ngeseks,
    ya gitu-gitu aja, tidak seperti yang kudengar dari
    temen-temen cewekku saat kami bergosip. Aku baru mulai
    menikmati sampai terjadi peristiwa yang akan kuceritakan
    di bawah ini.

    Saat itu aku duduk di kelas 3 SMA, cawu 1, sudah putus
    dengan pacar, dan berkonsentrasi untuk kelulusan.
    Tinggi, berat dan perawakanku hanya terpaut sedikit
    sekali dengan aku yang sekarang, dan ukuran payudaraku
    juga sudah 38C pada waktu itu. Aku tergolong murid yang
    rajin dan nilainya cukup baik, namun pada mata pelajaran
    eksakta seperti matematika, kimia dan fisika, aku sering
    kesulitan sampai terkadang stres. Tapi karena dorongan
    keluargaku yang pas-pasan, aku memilih jurusan IPA
    karena aku beranggapan jika memilih kuliah seperti di
    jurusan teknik maka nantinya akan mendapat gaji lumayan
    bila sudah bekerja.

    Dan salah satu kekhawatiranku terbukti, dengan nilai2
    ulangan kimiaku super jeblok. Aku khawatir tidak lulus,
    sehingga pada suatu siang sepulang sekolah, aku
    memberanikan diri menemui Pak Gatot, guru kimiaku yg
    juga sekaligus wali kelasku. Pak Gatot berusia 50
    tahunan, dari suku Jawa, tingginya sekitar 170-an,
    dengan perawakan besar dan hitam, wajahnya agak sadis
    dan tegas, terkenal sebagai guru “killer”, namun kata
    temen-temen orangnya baik bila ada murid yang minta
    bantuan.

    Pak Gatot telah selesai mengajar di satu kelas dan
    sedang memberes-bereskan barangnya saat kutemui.
    “Pak Gatot, boleh saya bicara sebentar,” kataku.
    Pak Gatot hanya melihat sepintas ke arahku, sebelum
    menjawab cepat dengan nada sedikit membentak, “Ada apa?”
    Aku mulai menjelaskan permasalahanku dan kekhawatiranku.
    Aku menyampaikan bahwa aku berniat meminta tugas-tugas
    tambahan untuk mendongkrak nilaiku. Tapi Pak Gatot
    menolaknya dan menawarkan les privat seminggu dua kali
    di rumahnya. Aku langsung menyetujuinya tanpa berpikiran
    apa-apa.
    “Ok, nanti sore kamu ke rumah saya jam 4,” ujar Pak
    Gatot dengan nada memerintah.
    “Baik Pak, saya bisa, terima kasih,” jawabku sambil
    pamit pulang.

    Tepat jam 4 setelah naik kendaraan umum aku tiba di
    rumah Pak Gatot yang berlokasi di perumahan cukup elit,
    baru dibangun dan sepi. Kabarnya Pak Gatot memiliki
    pekerjaan lain yang cukup memadai, sehingga meskipun
    guru tapi rumahnya bagus. Setelah melepas sandal dan
    masuk ke ruang tamu di rumahnya, aku dipersilahkan duduk
    di sebuah sofa yang besar dan empuk.
    “Rumahnya bagus juga, tapi kok sepi ya,” pikirku.
    Aku beranikan diri bertanya, “sendirian di sini Pak?”
    “Iya, memangnya kenapa?” jawabnya dengan sedikit gusar.
    “Oh gak apa-apa Pak,” kataku.
    Pak Gatot kemudian menjelaskan bahwa anak-anaknya kuliah
    di luar kota, dan istrinya kerja sebagai suster dari
    sore sampe malam di sebuah rumah sakit.

    Sore itu aku memakai pakaian yang biasa kukenakan.
    Kemeja berkancing yang agak kebesaran, untuk menutupi
    menonjolnya payudaraku, serta celana jins yg tidak
    terlalu ketat, tentu tak lupa juga BH dan celana dalam.
    Sementara Pak Gatot tampak santai, memakai kaos
    berlengan dan celana panjang biasa.

    Pak Gatot langsung duduk di sebelahku, dan menjelaskan
    kondisiku. Dengan jebloknya nilai ulangan-ulanganku,
    mulai sekarang aku harus berusaha sangat keras supaya
    bisa lulus.
    “Kamu mengerti situasimu kan?” tanya Pak Gatot. Aku
    langsung mengiyakan.
    Pak Gatot meneruskan, “Kalo gitu, kamu harus
    sering-sering nurut sama Bapak, mengerti Vicki?” Aku
    mengiyakan lagi tanpa berpikiran macam-macam.

    Tiba-tiba Pak Gatot langsung menubrukku dari samping dan
    menindih tubuhku di bawah tubuhnya yg besar dan wajah
    kami saling berhadapan dekat sekali. Tepat saat aku mau
    menjerit dan memberontak, Pak Gatot langsung membungkam
    mulutku dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya
    memegangi kedua pergelangan tanganku sekaligus di atas
    kepalaku. Aku berusaha keras memberontak dan menjerit,
    namun cengkeraman Pak Gatot terlalu kuat.

    Aku sangat takut pada saat itu melihat pandangan Pak
    Gatot yang berubah menjadi penuh nafsu, dan aku hanya
    bisa memelas lewat tatapan mataku. Pak Gatot mulai
    tersenyum dan terkekeh-kekeh.
    “Tenang saja Vicki, sebaiknya kamu santai saja. Sudah
    lama Bapak ingin memerkosamu, tidak disangka hari ini
    kamu menyerahkan diri,” ujarnya sambil tertawa keras
    selagi tetap memegangi mulut dan kedua tanganku.
    “Kamu nggak usah macam-macam, layani saja Bapak, maka
    kamu nggak perlu mengkhawatirkan nilai-nilaimu yang
    jeblok itu. Kalo sampai kamu menjerit atau berontak
    terlalu keras, maka Bapak jamin kamu tidak akan lulus,
    ok?” tambahnya lagi.

    Saat itu aku sungguh-sungguh tidak tahu harus berbuat
    apa karena belum pernah menghadapi situasi seperti ini
    dalam hidupku. Tiba-tiba Pak Gatot dengan cepat melepas
    kacamataku dan menaruhnya di meja sebelah. Kemudian
    tangan kirinya menarik rambutku dan menciumi bibirku
    yang mungil dengan kasar, sementara tangan kanannya
    meremas-remas payudaraku yang sebelah kiri dengan
    gemasnya sehingga kemejaku mulai awut-awutan. Karena
    kedua tanganku sudah tidak dipegangi lagi, sempat
    terlintas di pikiranku untuk memukuli Pak Gatot, namun
    ancaman tidak lulus membuatku sangat takut dan tidak
    berani melakukannya. Aku hanya berusaha melepaskan diri
    namun sia-sia saja.

    Kemudian Pak Gatot melepaskan ciumannya, dan kedua
    tangannya dengan segera memreteli kancing kemejaku
    satu-persatu. Aku mulai menangis dan memohon untuk
    dilepaskan, tapi Pak Gatot tidak menghiraukan. Dengan
    kasar ia menyingkirkan kemejaku dan melemparkannya ke
    lantai. Setelah itu Pak Gatot dengan paksa melucuti
    celana jinsku. Tubuhku hanya tertutupi BH dan celana
    dalam saja, buah dadaku yang berukuran 38C terlihat
    sangat menonjol. Sekali lagi aku diterkamnya sehingga
    hanya bisa berbaring pasrah di sofa yang besar dan empuk
    itu.

    Pak Gatot kembali menciumi bibirku sementara kedua
    tangannya dengan ganas meremas-remas buah dadaku. Aku
    selalu mencoba menghindari ciuman Pak Gatot, tapi
    remasan-remasan tangannya pada payudaraku, yang harus
    kuakui memang sangat sensitif, membuatku sedikit demi
    sedikit mulai terangsang. Tapi karena aku bukan cewek
    gampangan, tetap saja aku berusaha memberontak. Ironis
    memang, dalam hati aku berusaha melawan namun tubuhku
    berkata lain menghadapi serangan-serangan Pak Gatot.

    Beberapa saat Pak Gatot terus menciumi bibirku dan
    meremas-remas payudaraku dengan penuh nafsu. Nafasku
    mulai berat dan saat itu terus terang aku terpaksa
    pasrah saja. Hanya sesekali aku memelas untuk
    dilepaskan.
    “Jangan Pak, tolong Pak,” rintihku.
    Pak Gatot menyadari perlawananku yang melemah, kemudian
    dengan cepat sedikit mengangkat punggungku dan melepas
    tali pengait BH-ku. BH-ku kemudian dilemparkannya. Aku
    berusaha menutupi buah dadaku dengan lemah namun Pak
    Gatot mencengkeram kedua pergelangan tanganku dan
    melebarkannya.

    Terpampang jelas buah dadaku yang besar, putih mulus,
    sangat padat, montok dan membusung tegak itu. Serta juga
    putingku yang berwarna merah muda, kecil namun runcing
    itu. Pak Gatot memandangi semua itu dengan mata
    terbelalak, wajahnya yang menurutku sangat jelek itu
    menunjukkan kegembiraan seperti baru menang lotere.
    “Akhirnya kesampaian juga, impian Bapak melihat gunung
    kembarmu yg indah ini. Putih banget dan besar lagi! Mm..
    38C ya? Tadi Bapak lihat ukuran BH kamu. Kenapa nggak
    sejak dulu kamu tunjukkan Bapak? Putingmu juga seksi
    sekali. Pas banget rasanya! Ha.. ha.. ha..”, ujarnya
    santai sambil matanya tidak pernah lepas dari
    payudaraku.

    Aku rasanya mau menangis keras-keras, tapi ketakutanku
    sekali lagi menyebabkanku pasrah saja. Setelah melepas
    kedua pergelangan tanganku, Pak Gatot memulai
    serangannya di payudaraku yang sudah tidak tertutupi
    apa-apa lagi. Kedua telapak tangannya yang hitam dan
    kuat itu meremas-remas payudaraku yang putih mulus
    dengan kasar tapi tidak bermaksud melukaiku, sambil
    matanya yg sadis itu melihat reaksi wajahku. Kontras
    sekali kasarnya telapak tangan Pak Gatot yang hitam pada
    kulit buah dadaku yang putih, mulus dan sangat sensitif
    itu.

    Meskipun tetap berusaha menjaga harga diriku dengan
    memohon-mohon kecil untuk dilepaskan, permainan tangan
    Pak Gatot benar-benar membuatku lupa diri, dan Pak Gatot
    tahu benar dari ekspresi wajahku yang mulai menikmati.
    Pak Gatot mendekatkan mulutnya ke payudaraku dan
    menjilati kedua putingku bergantian dengan liarnya
    selagi tangannya tidak pernah berhenti meremas-remas
    gunung kembarku. Aku mulai melenguh keenakan dan Pak
    Gatot bertambah semangat. Disedotnya salah satu putingku
    dengan kuat, secara otomatis aku menjerit terangsang
    sedikit keras. Kulihat Pak Gatot tersenyum bangga
    melihat responku, dan serangannya makin ganas.

    Kedua putingku yang sudah keras dan tegang sekali
    bergantian disedotnya. Kemudian Pak Gatot menjilati
    kedua buah dadaku dengan terampilnya. Lidahnya yang
    panjang itu seperti kehausan menyapu setiap sentimeter
    dari payudaraku dan putingku. Tangannya tetap ganas
    meremas-remas, dan Pak Gatot bergantian mencoba
    ‘melahap’ masing-masing payudaraku menggunakan mulut dan
    bibirnya, sementara lidahnya beraksi dengan membuat
    lingkaran-lingkaran kecil di putingku dan sekitarnya.
    Tidak lupa juga digigit-gigit kecil masing-masing
    payudaraku, membuatku hanya bisa merem melek dan
    mendesah-desah terangsang.

    Saat itu barulah aku menyadari bahwa aku 100% takluk
    terhadap Pak Gatot. Belum pernah aku dibuat senikmat
    ini, pacarku yang dulu sama sekali tidak berpengalaman
    dalam ‘foreplay’ seperti yang dilakukan Pak Gatot ini.
    “Mm.. Pak.. oh..,” rintihku berulang kali saat itu.
    Cukup lama Pak Gatot memberikan serangan-serangan
    dashyat terhadap kedua payudara dan putingku menggunakan
    telapak tangan, bibir dan lidahnya itu. Tiba-tiba saja
    aku menjerit cukup keras dan liar. Aku baru menyadari
    inilah orgasme terhebat yang pernah kurasakan.

    Tubuhku yang berkeringat itu sedikit terguncang-guncang
    dalam cengkeraman Pak Gatot. Celana dalamku terasa
    sangat basah oleh cairan memekku. Saat aku orgasme, Pak
    Gatot menyedoti kedua putingku bergantian dan
    meremas-remas gunung kembarku dengan lebih kuat.
    Jeritanku bertambah keras dan liar karena merasakan
    kenikmatan yang amat sangat. Untuk beberapa saat
    orgasmeku berlangsung, dan selama itu pula Pak Gatot
    tidak pernah menghentikan serangannya terhadap kedua
    payudara dan putingku yang super sensitif.

    Akhirnya orgasmeku usai, dan aku hanya bisa berbaring
    dengan nafas amat berat dan tersengal-sengal.
    “Gila bener kamu Vicki, padahal cuma Bapak mainin buah
    dada dan puting kamu, ternyata kamu udah orgasme segini
    hebatnya. Maniak juga kamu ya!” kata Pak Gatot dengan
    gembira dan bangga.
    Aku tersenyum malu dan wajahku memerah mendengar kata
    ‘maniak’. Senyuman Pak Gatot bertambah lebar melihat
    ekspresi wajahku.
    “Kamu bener-bener menggemaskan dan seksi abis!” katanya
    lagi.

    Kemudian Pak Gatot merangkulku dengan lembut dalam
    posisi tubuhku masih dibawahnya, keringatku jelas
    menempel di kaos dan celana panjang Pak Gatot. Aku ingin
    membalas hangatnya rangkulan Pak Gatot, tapi berhubung
    masih ‘bau kencur’ dalam urusan seks, aku malu-malu dan
    hanya diam saja, tapi hatiku berdebar-debar dan ekspresi
    wajahku menunjukkan kegembiraan.

    Pak Gatot mulai bercerita bahwa sudah sejak aku kelas
    satu ia mengincarku saat melihat aku dalam pelajaran
    olahraga memakai kaos. Katanya meskipun aku tampak
    berusaha menggunakan kaos yang agak kelonggaran, ia tahu
    bahwa payudaraku sangat besar, apalagi porsi tubuhku
    bisa dibilang agak kurus. Penantian hampir dua tahun
    tidak sia-sia katanya. Aku sekali lagi hanya bisa
    tersenyum-senyum kecil dan malu. Pak Gatot juga
    menambahkan bahwa ia tidak pernah melakukan ‘pemaksaan’
    seperti ini terhadap siswi-siswi lainnya. Ia mengaku
    amat sangat tidak tahan memikirkan kedua buah dadaku
    ini. Sejak istrinya menopause juga dua tahun yang lalu
    itu, bayangan sepasang buah dadaku selalu menjadi
    inspirasi onaninya yang hampir setiap hari katanya. Aku
    tambah malu rasanya, tapi tidak bisa menyembunyikan
    senyumku. Dalam hati aku berpikir, meskipun wajah Pak
    Gatot tidak tampan, sejak itu aku mulai menyukai wali
    kelasku sendiri itu.

    Pak Gatot sempat bertanya apakah aku pernah berhubungan
    seks. Aku menjawab bahwa pernah beberapa kali dengan
    mantan pacarku, tapi aku dengan wajah memerah mengaku
    belum pernah merasa senikmat ini, bahkan hanya sesekali
    orgasme dengan mantanku itu. Mungkin ia nggak
    berpengalaman Pak, kataku. Pak Gatot langsung tersenyum
    lebar, dan mengutarakan kebanggaannya menjadi orang
    pertama yang bisa memuaskanku dengan amat sangat.

    Pak Gatot juga memberitahuku bahwa rumahnya selalu sepi
    seperti ini, istrinya berangkat kerja dari jam 3 sore
    sampai sekitar 11 malam, dan sebetulnya
    tetangga-tetangga sebelah pada perumahan cukup elit
    seperti ini tidak peduli satu sama lain. Sehingga
    walaupun aku menjerit-jerit tidak akan ketahuan, apalagi
    tembok-tembok rumah Pak Gatot sangat tebal dan kokoh.

    Saat itu pukul 4:30, udah setengah jam aku di rumah Pak
    Gatot.
    “Vicki, kamu bisa pulang malam kan?” tanya Pak Gatot.
    “Ya.. bisa aja Pak, tapi jangan sampai kemaleman Pak,
    nanti ortuku bingung,” jawabku.
    “Tenang aja, kamu nanti tak antar pulang kalo Bapak udah
    puas. Oh ya, kamu telepon aja ke rumah bilang pulangnya
    agak malam,” jawabnya.

    Setelah itu Pak Gatot bangkit dan melepaskan
    rangkulannya. Ia mengambil ponselnya dan menyuruh aku
    telepon. Kemudian aku duduk, cuma pake celana dalam
    saja, lalu menelpon ortuku, beralasan bahwa aku belajar
    kelompok di rumah guruku. Karena selama ini aku cewek
    yang selalu penurut terhadap ortu dan hampir tidak
    pernah berbuat nakal, orang rumah percaya-percaya saja.

    Sesudahnya Pak Gatot duduk di sebelahku, membawakan
    sebotol minuman air dingin dan minum bersama. Supaya
    segar katanya.
    Setelah puas minum, Pak Gatot langsung berkata dengan
    tatapan nafsu, “Vicki, ayo ke kamar aja, ranjangnya
    besar, lebih enak, kamu boleh menjerit sepuasnya.”
    Aku lagi-lagi tersenyum malu, namun menjawab dengan
    sedikit khawatir, “Hah? Di kamar? Di ranjang? Apa nanti
    tidak ketahuan sama istri Bapak? Sofa Bapak ini aja udah
    basah semua kena keringatku.”
    “Santai aja, ini kamar untuk tamu kok sebetulnya.
    Kadang-kadang ada saudara atau famili yang menginap.
    Biasanya juga Bapak sendiri kok yang bersihkan. Jadi
    kamu nggak usah takut, pokoknya nurut aja,” ujarnya
    lagi.
    Walaupun tetap dengan gayaku yang sedikit ‘malu-malu
    kucing’, aku menyetujui ajakan Pak Gatot. Dengan tangkas
    Pak Gatot menggendongku dengan kekuatan kedua tangannya,
    aku langsung kaget dan menjerit kecil.
    “Tambah nggemesin aja kamu ini, Vicki,” katanya.

    Kamar untuk tamu Pak Gatot ternyata sangat rapi meskipun
    cukup kecil dan lampunya sangat terang. Hampir sebagian
    besar ruangan termakan tempatnya oleh sebuah ranjang
    spring bed besar lengkap dengan ukiran-ukirannya, yang
    jelas untuk ukuran dua orang. Perabotan sisanya hanya
    sebuah lemari pakaian besar dan sepasang kursi sofa
    kecil. Ada satu pintu di sebelah ranjang yang ternyata
    adalah kamar mandi dalam.

    Tubuhku yang berukuran mungil dibandingkan tubuh Pak
    Gatot, langsung dilemparkannya tepat di tengah-tengah
    ranjang sesudah ia menggendongku masuk. Aku kembali
    berteriak kecil karena kaget campur perasaan gembira
    tidak menentu membayangkan apa yang selanjutnya akan
    dilakukan Pak Gatot terhadapku.
    “Empuk sekali ranjangnya,” pikirku.
    Kemudian Pak Gatot mengambil posisi di atas kedua
    kakiku, mengangkat pantatku dan memeloroti celana
    dalamku dengan agak kasar.
    “Bapak ini bener-bener nggak tahan lihat keseksian
    tubuhmu, apalagi buah dada kamu, jadi maklum aja kalo
    Bapak sering agak kasar sama kamu,” godanya saat
    melepaskan CD-ku.

    Aku bener-bener telanjang bulat tanpa sehelai benangpun,
    berbaring di ranjang dengan wajah sedikit memerah
    mendengar berbagai macam perkataan Pak Gatot yang
    menggoda. Pak Gatot juga mengaku senang dengan memekku
    yang bulu-bulunya sejak dulu aku cukur sehingga tinggal
    tersisa tipis-tipis.
    “Vicki, kamu bener-bener cewek impian Bapak,” pujinya.
    Kemudian dengan sangat cepat Pak Gatot melepas kaos dan
    celana panjang sambil berdiri di sebelah ranjang. Aku
    langsung menahan napas panjang melihat tubuh Pak Gatot
    yang hanya tinggal memakai celana dalam saja. Meski
    sudah berusia 51 tahun, katanya, tubuh hitam Pak Gatot
    masih berotot dan tampak tegap. Aku agak merinding
    melihat sekujur tubuhnya yang agak berbulu dan wajahku
    hanya bisa melongo melihat tonjolan besar di balik CD
    Pak Gatot.
    “Kok bengong?” tegur Pak Gatot sambil tersenyum-senyum.
    “Um.. anu Pak.. eh..,” reaksiku benar-benar seperti anak
    kecil yang kebingungan.

    “Nggak usah malu-malu, Bapak yakin kamu pasti pengen
    lihat kontol Bapak ini kan,” ujarnya lagi menggoda.
    “Ayo sini..” tambahnya.
    Dengan wajah khasku yang memerah bila malu-malu, aku
    turun dari ranjang sementara Pak Gatot duduk di tepi
    ranjang. Pak Gatot membuka pahanya lebar-lebar dan
    menyuruhku duduk bersimpu lutut di antaranya.
    “Kamu dulu pernah nyedot kontol mantan pacarmu?” tanya
    Pak Gatot.
    Wajahku tambah merah mendengar bahasanya yang kasar,
    tapi mungkin karena sudah 200% takluk, aku tambah
    berdebar-debar. “Belum pernah Pak, Vicki nggak berani,”
    jawabku.
    “Mm.. jadi kamu bisa belajar pake kontol Bapak,”
    balasnya.
    Wajahku merah padam seperti mati kutu, dan Pak Gatot
    semakin menjadi-jadi menggodaku.

    “Tapi kamu pasti pernah nonton BF kan?” tanyanya.
    Aku langsung mengiyakan dengan mengangguk pelan
    mengingat-ingat beberapa kali pernah menonton film porno
    bersama temen-temen cewekku.
    “Kalo gitu ya kamu pasti bisa Vicki, dan mulai sekarang
    kamu nggak usah malu-malu, he he he,” balasnya sambil
    tertawa.
    Tiba-tiba Pak Gatot memegang belakang kepalaku dan
    menarik kuncir rambutku yang masih terpasang sebelumnya.
    Rambut hitam panjangku yang agak bergelombang terurai di
    bahuku.
    “Kamu cantik dan seksi sekali Vicki sayang,” katanya
    sambil memandangi wajahku.
    Aku tersenyum sipu sementara Pak Gatot memegang kedua
    tanganku dan menaruhnya di pinggangnya. Kemudian Pak
    Gatot sedikit mengangkat pinggulnya.
    “Ayo diplorotin, kalo pengen lihat kontol Bapak nggak
    usah sungkan,” candanya lagi.
    Dengan bantuannya aku mulai menurunkan CD-nya hingga ke
    paha dan mataku langsung terbelalak lebar ketika senjata
    Pak Gatot bebas dari sarangnya.

    Kontol Pak Gatot ternyata begitu indah meski tampak
    menyeramkan. Berwarna hitam pekat, begitu besar dengan
    panjang sekitar 12 cm dan diameter sekitar 6 cm. Kontol
    yang sudah disunat itu dilengkapi dengan ujungnya yang
    berwarna coklat keungu-unguan. Sepasang buah zakar hitam
    besar dengan bulu lebat juga tidak lepas dari
    pandanganku. Aku hanya bisa memandang takjub dan
    melongo, mataku seperti terhipnotis oleh kontolnya.
    “Kenapa sayang, punya pacarmu nggak segede ini dulu?”
    tanyanya.
    Aku menjelaskan bahwa panjangnya mungkin hampir sama,
    tetapi kontol Pak Gatot lebih lebar.
    “Lho jangan kaget ya, ini masih semi ereksi,” tambahnya.

    “Hah?” jeritku tambah melongo.
    Kemudian Pak Gatot menyuruhku menurunkan CD-nya sampai
    kedua kakinya, sehingga kami berdua sama-sama telanjang
    bulat. Sungguh pemandangan yang jarang terlihat, ABG
    berwajah lugu, berkulit putih mulus dengan payudara
    besar sedang berjongkok di antara kedua paha pria
    setengah baya berperawakan menyeramkan dengan kulit
    hitam pekat yang duduk di tepi ranjang.

    Pak Gatot dengan sabar mengamati reaksi wajahku dan
    menungguku beraksi sementara kedua tangannya berpegangan
    di tepi ranjang. Dengan sedikit gemetaran namun sudah
    terkontrol oleh nafsu membara, aku meraih kontol Pak
    Gatot dan mengocoknya pelan-pelan menggunakan tangan
    kananku. Jari-jariku yang mungil nyaris tidak bisa
    melingkari keseluruhan dari diameter kontolnya. Aku
    mulai mengocok kontol Pak Gatot naik turun, sambil
    sesekali melihat wajahnya. Pak Gatot sangat menikmati
    dan kadang-kadang salah satu tangannya membelai-belai
    rambutku.

    Setelah kukocok beberapa saat, dalam sekejap kontol Pak
    Gatot bertambah panjang, mungkin sekitar 18 cm.
    “Ini baru kontol Bapak yang sesungguhnya, enak banget
    kamu ngocoknya Vicki,” desahnya.
    Aku makin bersemangat dan mulai mengocok kontol Pak
    Gatot dengan dua tangan, naik turun dan tambah lama
    tambah cepat. Kemudian pikiranku untuk sesaat terbang ke
    salah satu film porno yang pernah aku tonton dan
    berusaha kuingat beberapa adegan oral seks.

    Aku melepaskan tangan kiriku dari rudal hitam tersebut,
    sementara tangan kananku memegangi pangkal kontol Pak
    Gatot dengan erat sambil kumajukan kepala dan kubuka
    mulut. Bibirku yang mungil terbuka lebar dan langsung
    mengulum kepala kontol Pak Gatot.
    “Mm..” desahku sambil menyedot-nyedot pelan.
    “Oh Vicki.. hebat bener kamu sayang,” desahnya keenakan.

    Aku benar-benar sudah seperti gadis liar seperti di
    film-film BF itu dan sedotanku makin lama makin kuat dan
    dalam, meskipun ukuran kontol Pak Gatot membuatku hanya
    bisa memasukkan sekitar setengahnya setiap sedotan.
    Entah belajar darimana, lidahku juga mulai beraksi
    dengan menjilati ujung kontolnya. Kulihat sepintas wajah
    Pak Gatot menunjukkan ekspresi yang sangat puas dan
    membuatku berbangga meski ini merupakan oral seks
    pertamaku.

    Setelah menyedot dan menjilati kontolnya beberapa saat,
    aku melepaskannya dari mulutku sampai terdengar suara
    ‘plop’. Kupandangi kontol hitam yang sekarang hampir
    setengahnya mengkilap terkena jilatan lidahku. Seperti
    kurang puas, gantian kupegangi kepala kontolnya
    sementara lidahku menjelajahi bagian bawah dan pangkal
    kontol Pak Gatot. Desahan Pak Gatot tambah panjang.
    “Kamu lugu-lugu ternyata liar di ranjang ya Vicki, mm..”

    Aku tersenyum puas saat kupandangi kontol Pak Gatot
    sudah mengkilap hampir seluruhnya.
    “Kamu pinter banget Vicki, kamu basahin kontol Bapak
    kayak gini supaya siap dimasukkan di memek kamu ya?”
    senyumnya.
    Sekali lagi wajah merahku dengan senyuman tipis kembali
    terlihat.

    Setelah itu Pak Gatot mengangkatku berdiri dan
    merebahkan tubuhku kembali di tengah-tengah ranjang.
    Dibukanya kedua pahaku lebar-lebar dan Pak Gatot
    mengambil posisi di antaranya sambil memegangi
    senjatanya.
    “Pak, pelan-pelan ya? Punya Bapak besar sekali. Saya
    agak takut,” kataku saat itu.
    “Ha.. ha.. ha.. nggak usah takut, pokoknya kamu pasti
    seneng,” jawabnya.
    Pak Gatot juga memberitahuku nggak usah khawatir hamil,
    karena nantinya ia tidak akan mengeluarkan air maninya
    di memekku. “Biar kayak di BF-BF itu Vicki,” katanya.
    Aku yang berbaring telentang menjawab dengan kepalaku,
    yang dialasi bantal empuk, mengangguk-angguk.

    Aku menahan nafas saat Pak Gatot mulai memasukkan
    kontolnya ke arah memekku yang sudah basah sedari tadi.
    “Oh.. Pak..” jeritku kecil.
    Rasanya bener-bener nikmat meski mungkin baru ujung
    kontol Pak Gatot saja yang terbenam di memekku. Kulihat
    Pak Gatot mulai memompa dan memegangi kontolnya keluar
    masuk dari memekku sehingga menggesek-gesek klitorisku
    yang makin basah. Aku sungguh-sungguh terbuai, dan
    kemudian dengan sekali sentakan kulihat separuh kontol
    Pak Gatot masuk ke memekku.
    “Oh.. Pak Gatot..” desahku dengan nafas berat.

    Kemudian Pak Gatot mengarahkan kedua tangannya ke arah
    gunung kembarku dan mulai meremas-remas dengan agak
    kasar, sambil memaju mundurkan kontolnya keluar masuk
    memekku.
    “Oh Pak Gatot..” Aku sudah benar-benar lupa diri, yang
    ada di pikiranku saat itu hanyalah kenikmatan liar ini.
    Gerakan-gerakan dan respon tubuhku mungkin sudah seperti
    cewek-cewek dalam film-film porno yang pernah kulihat.
    Kombinasi dari gesekan-gesekan kontol Pak Gatot di memek
    dan klitorisku serta remasan-remasan kasar telapak
    tangannya di buah dadaku yang amat sensitif membuatku
    menjerit dan mendesah tidak karuan dengan liarnya.

    Kemudian sambil tetap meremas-remas sepasang payudaraku,
    Pak Gatot bergerak maju dan menciumi bibirku. Aku
    membalas dengan penuh nafsu, bibir dan lidah kami saling
    bermain satu sama lain. Setelah puas menciumiku, Pak
    Gatot mulai memompa kontolnya dengan lebih cepat. Sambil
    tangannya bertumpu dengan meremas-remas buah dadaku, Pak
    Gatot bergerak maju mundur sangat cepat dan kuat.
    Pandangan penuh nafsu Pak Gatot di wajahku kubalas
    dengan reaksi serupa. Mungkin karena basahnya memekku,
    kulihat saat itu Pak Gatot bisa memasukkan seluruh
    kontolnya pada setiap sentakan. Kami berdua sudah
    sama-sama mandi keringat, apalagi urat-urat dan
    otot-otot di sekujur tubuh Pak Gatot jelas terlihat.
    Hanya suara desahan dan lenguhan liar bagaikan binatang
    dari kami berdua yang terdengar di kamar.

    Akhirnya aku tidak tahan lagi, orgasmeku yang kedua
    datang. Aku menjerit sangat keras, dan Pak Gatot justru
    tambah mempercepat dan memperkuat gerakan serta
    remasannya. Tubuh mungilku terguncang hebat, sekali lagi
    dalam cengkeraman Pak Gatot. Kemudian dipeluknya
    tubuhku, kubalas pula dengan erat sehingga terasa
    keringat kami berdua saling bercampur. Pak Gatot tidak
    pernah berhenti memompa kontolnya saat orgasmeku yang
    kedua itu berlangsung. Setelah klimaksku selesai
    beberapa saat kemudian, tubuhku tergolek lemas dalam
    posisi saling memeluk, sungguh kontras sekali perbedaan
    warna dari tubuh kami. Memekku dan kontol Pak Gatot yang
    terbenam seluruhnya terasa sangat basah dan aku
    kesulitan mengatur nafasku di bawah tindihan tubuh Pak
    Gatot.

    “Asyik sekali kamu Vicki,” ujar Pak Gatot sambil
    tersenyum ke wajahku.
    Kubalas lemah senyumannya sambil merasakan kenikmatan
    ini.
    Kuberanikan berbisik lemah, “Bapak kok belum keluar?”
    Sambil tertawa-tawa, Pak Gatot menjawab, “Kan sudah
    Bapak bilang nggak mungkin tak keluarin di memek kamu.
    Bapak sudah kepikiran tak keluarin pejuh Bapak di bagian
    tubuh kamu yang lain.”

    “Di mana Pak?” tanyaku.
    Pak Gatot hanya membalas dengan senyuman sambil
    melepaskan pelukannya dan bangkit dari atas tubuhku dan
    kemudian mengambil posisi duduk berjongkok di perutku.
    Terpampang jelas di mataku kontol hitam besar Pak Gatot
    yang tambah mengkilap akibat cairan dari memekku.
    “Sudah dua tahun ini Bapak selalu membayangkan kontol
    Bapak yang hitam ini dijepit dengan gunung kembarmu yang
    putih mulus itu lho,” ujar Pak Gatot.
    Wajahku yang penuh keringat kembali merah padam.
    “Kenapa? Kamu nggak suka?” tanya Pak Gatot.
    Aku juga menjelaskan bahwa sejak melihat salah satu
    adegan di BF barat, di mana seorang cewek yang
    berpayudara besar menjepit kontol pasangannya, aku amat
    ingin mencobanya. Tapi kujelaskan bahwa aku tidak berani
    dan sungkan mengutarakannya pada mantan pacarku yang
    dulu.

    “Ha ha ha.. kalo begitu kita bener-bener cocok Vicki.
    Ayo sekarang kamu pegangi gunung kembarmu itu!” kata Pak
    Gatot seperti tidak sabar.
    Kuturuti dan kupegangi masing-masing payudaraku,
    sementara Pak Gatot sedikit maju dan meletakkan
    kontolnya persis di antara sepasang bukit kenyalku.
    Teringat pada adegan BF, aku langsung menjepit-jepit
    bukit kembarku itu, terasa sekali kontol Pak Gatot yang
    keras bergesekkan dengan kulit mulus payudaraku. Jujur
    saja aku sangat terangsang melihat kontrasnya warna
    kontol Pak Gatot dan payudaraku, membuatku makin
    bersemangat dan mulai memijat-mijat buah dadaku dengan
    kuat. Sepintas kulihat reaksi wajah Pak Gatot yang
    menunjukkan kenikmatan tiada tara. Aku sangat senang
    dengan ekspresinya, meski sekali lagi kutekankan bahwa
    wajah Pak Gatot boleh dibilang sama sekali tidak tampan.
    Pak Gatot yang sedari tadi diam dan menikmati pijatan
    payudaraku, kemudian mulai memaju mundurkan kontolnya
    sambil kedua tangannya berpegangan pada ukiran-ukiran
    tiang ranjangnya yang luks dan eksklusif itu. Campuran
    keringat dan cairan memekku membuat Pak Gatot dengan
    mudah menggerakan kontolnya di sepanjang belahan dadaku.
    Aku tidak pernah berhenti memijat, meremas, dan menjepit
    payudaraku sehingga kulihat mata Pak Gatot merem melek.
    “Oh Vicki sayang..!” jerit Pak Gatot sesekali.
    Gerakan Pak Gatot makin lama makin cepat, sementara aku
    juga menguatkan pijatan dan remasan. Karena payudaraku
    yang amat sensitif merasakan kerasnya kontol Pak Gatot,
    kurasakan ledakan-ledakan kecil di memekku. Aku juga
    sering mendesah-desah tidak karuan.

    Kuperhatikan dorongan kontol besar Pak Gatot membuat
    ujungnya makin lama makin dekat ke daguku, kurasakan
    pula buah zakarnya bertabrakan dengan pangkal payudaraku
    dalam setiap dorongan yang dilakukannya. Dengan
    beralaskan bantal, kumajukan mulutku dan mulai
    memberikan jilatan-jilatan cepat liar setiap kali kepala
    kontol Pak Gatot mendekat. Sekilas kulihat mata Pak
    Gatot terbelalak dengan keagresifanku ini.
    “Kamu makin liar aja Vicki, Bapak bener-bener nggak
    tahan!” desahnya.
    Dengan terampil kuberikan kenikmatan pada Pak Gatot,
    jilatan-jilatan lidahku pada ujung kontolnya serta
    remasan-remasan payudaraku menggesek kontolnya. Aku
    betul-betul ingin membalas semua kenikmatan yang
    sebelumnya diberikan Pak Gatot terhadapku, tidak peduli
    lagi status dan perbedaan usia kami. Gerakan dan
    ekspresi kami sudah seperti sepasang kekasih yang tidak
    mampu lagi menahan nafsunya atau mungkin layaknya dua
    bintang film porno.

    “Oh Vicki sayang!” Pak Gatot akhirnya menjerit keras dan
    menghentikan gerakannya.
    Kontol Pak Gatot masih terjepit di antara buah dadaku
    dan ujungnya persis dekat di depan bibirku yang sedikit
    menganga. Bersamaan dengan itu, air mani atau pejuh dari
    kontol Pak Gatot muncrat! Tembakan-tembakan deras pejuh
    Pak Gatot membasahi dan lengket di sebagian besar wajah
    dan bibirku. Aku tidak pernah berhenti meremas-remas
    payudara sambil menelan dan menjilati air mani Pak Gatot
    yang mengarah ke bibirku dan keluar dengan derasnya. Aku
    sampai kewalahan dengan banyaknya air mani yang keluar
    dari kepala kontol Pak Gatot. Kemudian Pak Gatot
    bergerak maju mundur lagi, sehingga air maninya muncrat
    dan mendarat tidak beraturan di dagu, leher, dada dan
    tentunya sepasang payudara dan putingku.

    Akhirnya Pak Gatot berhenti bergerak meski kontolnya
    masih di antara kedua payudaraku. Kulepaskan salah satu
    cengkeraman tanganku dari buah dadaku, lalu kupegangi
    kontol Pak Gatot yang masih sedikit keras. Kemudian
    kugesekkan ujung kontolnya dengan buah dadaku yang
    ditahan oleh tanganku yang lain. Tak luput juga sesekali
    kugesek ujung kontol Pak Gatot dengan puting merah
    mudaku. Aku juga tidak menyadari dari mana kupelajari
    gerakan seperti itu, mungkin dari BF-BF itu dan mungkin
    benar juga kata Pak Gatot bahwa aku maniak.

    Kuratakan ceceran pejuh Pak Gatot dengan ujung kontolnya
    bergantian di masing-masing gunung kembarku. Setelah
    puas, akhirnya kulepaskan genggaman tanganku dari
    kontolnya dan payudaraku, kemudian kuusap-usap sekujur
    wajah, bibir, leher dan dadaku yang sebelumnya
    tersemprot dengan pejuh Pak Gatot, serta kujilat-jilat
    dan kutelan air maninya seperti binatang kehausan.
    Dengan wajah, bibir, leher, dada dan sepasang bukit
    kenyal serta kedua puting merah mudaku masih sedikit
    belepotan dan lengket dengan air maninya, kuberanikan
    diri tersenyum menggoda ke arah Pak Gatot yang masih
    belum beranjak dari posisi duduk berjongkok di atas
    perutku.
    “Oh Vicki! Kamu bener-bener seksi banget! Hebat!” teriak
    Pak Gatot gembira sambil memandangiku.

    Setelah itu Pak Gatot berbaring lemas di sebelahku,
    tubuh kami yang sudah basah dan mandi keringat saling
    berpelukan. Pak Gatot tampaknya juga tidak jijik dengan
    air maninya sendiri, terbukti kami saling berciuman dan
    berpagutan dengan sisa-sisa tenaga yang kami punyai.
    Kulihat saat itu pukul 1/2 6 sore dan kami berbicara dan
    bercanda dengan santai sekitar 1 jam-an sambil
    berbaring.

    Kami saling bercerita, aku membicarakan
    kesulitan-kesulitanku dalam menghadapi
    pelajaran-pelajaran di sekolah, sementara Pak Gatot
    banyak mengutarakan kesepiannya karena sejak dulu tiga
    anak-anaknya kuliah di luar kota dan istrinya bekerja
    dari sore sampai malam. Meskipun berkecukupan dan
    hubungan mereka berdua masih harmonis, Pak Gatot masih
    sering merasa kesepian. Sebelum istrinya menopause ia
    masih aktif berseks ria meski istrinya agak kewalahan
    mengimbangi. Ia mengaku merasa muda lagi setelah
    berhubungan denganku ini. Pak Gatot juga menjelaskan
    bahwa mulai sekarang aku tidak perlu khawatir dengan
    nilai-nilai ulanganku. Tapi Pak Gatot berjanji tetap
    akan membantuku belajar, jadi aku bukan dianggapnya
    sebagai ‘pemuas nafsu’ belaka.

    Lalu kami berdua sama-sama berpakaian dan merapikan
    diri. Pak Gatot mengajakku makan di rumahnya dan setelah
    itu ia mulai mengajariku. Ia juga menambahkan bahwa
    biaya untuk les privatku ini digratiskan aja, aku tidak
    perlu membayar. Aku bener-bener berterima kasih padanya.
    Mungkin karena Pak Gatot sudah menyukaiku, kesadisannya
    seperti biasa di kelas tidak terlihat, malahan dengan
    cepat aku dapat menangkap bahan-bahan pelajaran kimia
    yang diberikannya.

    Setelah selesai aku diantarnya pulang ke rumah dengan
    mobil sedannya. Dalam perjalanan Pak Gatot
    memberitahukan agar kami bersikap biasa-biasa saja di
    sekolah. Di kelas ia tetap akan memperlakukan
    sebagaimana murid-murid lainnya. Pak Gatot juga
    menanyakan apakah aku bisa datang ke rumahnya besok di
    waktu yang sama jam 4 sore. Aku menyetujuinya dan terus
    terang berdebar-debar juga memikirkannya. Aku sampai di
    rumah sekitar jam 8 malam dan langsung mandi untuk
    menyegarkan diri.

    Demikianlah awal petualanganku menjadi ’simpanan’ wali
    kelasku sendiri dan sangat menyukai seks. Semoga dalam
    kesempatan selanjutnya bisa aku tuturkan kisah seksku
    yang lain bersama Pak Gatot.

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    25 mins